Kontribusi Psikologi Pendidikan Terhadap Dunia Pendidikan

Kontribusi Psikologi Pendidikan Terhadap Dunia Pendidikan

sumber : https://fkip.umsu.ac.id

Kontribusi Psikologi Pendidikan Terhadap Pengembangan Kurikulum

Psikologi sebagai sebuah ilmu yang menjelaskan kepribadian manusia memberikan kontribusi terhadap pengembangan kurikulum. Menurut Meggi Ing (1978) terdapat 2 (dua) kontribusi psikologi dalam pengembangan kurikulum, di antaranya: (Idi, 2010)

1. Model konseptual dan informasi yang akan membangun perencanaan Pendidikan;

2. Berisi terkait berbagai metodologi yang dapat diaplikasikan dalam penelitian Pendidikan.

 

Beberapa hal terkait pengembangan model pembelajaran, metode pembelajaran dan mata pelajaran yang ditempuh seringkali muncul karena kurangnya informasi yang terkait dengan sisi psikologis peserta didik. Maka, peran psikologis sebagai sebuah disiplin ilmu yakni memberikan informasi tambahan kepada guru dan pihak terkait dalam pengembangan kurikulum berdasarkan teori yang terdapat di dalamnya, serta berorientasi pada sisi kepribadian peserta didik.

 

Dalam perspektif psikologis, peserta didik memiliki beberapa karakter yang unik. Karakter tersebut berbeda dari satu dengan yang lainnya. Perbedaan demikian terdapat pada minat, bakat dan masa perkembangan yang dialami oleh seorang peserta didik. Pemahaman tentang peserta didik harus menjadi fokus utama bagi seorang pengembang kurikulum. Apabila pengembang tidak memahaminya dengan baik, maka akan menimbulkan berbagai macam masalah kependidikan, dan tentunya tujuan pendidikan yang ingin dicapai akan terhambat.

 

Di dalam mengambil keputusan tentang pengembangan kurikulum, pengetahuan tentang psikologi peserta didik sangat dibutuhkan. Hal demikian terkait dengan perkembangan psikologis dan model belajar peserta didik. Berikut beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum: (Zaini, 2009)

1. Seleksi dan organisasi bahan pelajaran;

2. Menentukan kegiatan pembelajaran dengan efektif dan efisien;

3. Merencanakan kondisi belajar yang optimal, sehingga tujuan pembelajaran akan segera tercapai.

 

Di dalam proses pengembangan kurikulum, setidaknya terdapat 2 (dua) disiplin ilmu psikologi yang dapat digunakan oleh pengembang kurikulum, antara lain: (Mohammad Ansyar, 2015)

1. Psikologi Perkembangan, yakni meninjau peserta didik dari aspek perkembangan fisiknya; dan

2.  Psikologi belajar, yakni meninjau perkembangan peserta didik dari model serta tata cara dalam belajar.

 

Hal demikian sesuai dengan pernyataan Print (1993) bahwa kontribusi psikologi dalam kurikulum signifikan dan berkembang. Sebab, psikologi memberikan gambaran terkait deskripsi, keterangan, prediksi dan investigasi tingkah laku manusia. Sedangkan menurut Berliner (1993) bahwa psikologi telah memberikan perspektif berdasarkan pada temuan riset ilmiah tentang pengetahuan bagaimana berpikir dan belajar saling berkaitan.

 

Kontribusi Psikologi Pendidikan Terhadap Sistem Pembelajaran

Psikologi pendidikan memberikan banyak kontribusi kepada guru dan calon guru untuk meningkatkan efisiensi proses pembelajaran pada kondisi yang berbeda-beda. Berikut terdapat beberapa manfaat dalam mempelajari psikologi pendidikan: (Novianti, 2015)

1. Memahami Perbedaan Siswa (Diversity of Student)

Setiap individu dilahirkan dengan membawa potensi yang berbeda-beda, tidak ada yang sama antara siswa satu dengan siswa yang lainnya. Oleh karena itu, seorang guru harus memahami keberagaman siswa, mulai dari perbedaan tingkat pertumbuhan, tugas perkembangan sampai pada masing-masing potensi yang dimiliki oleh siswa. Dengan pemahaman guru yang baik terhadap siswanya, maka dapat menciptakan hasil pembelajaran yang efektif dan efisien, serta mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif;

2. Memilih Strategi dan Metode Pembelajaran

Sebagai Seorang pendidik dalam memilih strategi dan metode pembelajaran harus menyesuaikan dengan tugas perkembangan dan karakteristik masing-masing peserta didik. Hal demikian diperoleh seorang guru melalui pengetahuan keilmuan psikologi, terutama tugas-tugas perkembangan manusia. Jika metode dan model pendidikan dapat menyesuaikan dengan kondisi peserta didik, maka proses pembelajaran akan berjalan dengan maksimal;

3. Untuk menciptakan Iklim Belajar yang Kondusif di dalam Kelas

Kemampuan guru dalam menciptakan iklim dan kondisi pembelajaran yang kondusif, mampu membantu proses pembelajaran berjalan secara efektif. Seorang guru harus mengetahui prinsip yang tepat dalam proses belajar mengajar, pendekatan yang berbeda menyesuaikan karakteristik siswa dalam mengajar untuk menghasilkan proses belajar mengajar yang lebih baik. Dalam hal tersebut, peran psikologi pendidikan mampu mengajarkan bagaimana seorang guru mampu memahami kondisi psikologis, serta menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, sehingga proses pembelajaran di dalam kelas dapat berjalan secara efektif;

4. Memberikan Bimbingan dan Pengarahan kepada Peserta didik

Selain berperan sebagai pendidik di dalam kelas, seorang guru juga diharapkan dapat menjadi seorang pembimbing yang mempu memberikan bimbingan kepada peserta didik, terutama ketika peserta didik mendapatkan permasalahan akademik. Dengan berperan sebagai seorang pembimbing, seorang pendidik juga lebih dapat melakukan pendekatan secara emosional terhadap peserta didik. Jika sudah tercipta hubungan emosional yang positif antara pendidik dan peserta didiknya, maka proses pembelajaran akan tercipta secara menyenangkan;

5. Mengevaluasi Hasil Pembelajaran

Tugas utama guru adalah mengajar di dalam kelas, serta melakukan evaluasi dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Dengan mempelajari psikologi Pendidikan, diharapkan seorang guru mampu memberikan penilaian dan evaluasi secara adil, menyesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik, tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya.

 

Kontribusi Psikologi Pendidikan Terhadap Sistem Penilaian

Penilaian sistem pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melalui kajian psikologis, dapat memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan, dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik, setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.

 

Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai test psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.

 

Dikenal sejumlah test psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu, seperti:

1. Test Multiple Appitude Test (MAT);

2. Differensial Appitude Test (DAT);

3. EPPS dan alat ukur lainnya.

 

Pemahaman kecerdasan bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting dalam upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan, sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal. (Muawanah, 2018)

 

Rujukan

Idi, A. (2010). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Mohammad Ansyar. (2015). Kurikulum; Hakikat, Fondasi, Desain dan Pengembangan.

Jakarta: Kencana.

Muawanah. (2018). Implikasi Psikologi Perkembangan terhadap Pendidikan Anak Usia Dini.

Jurnal Vijjacariya, 5(2), 33–44.

Novianti. (2015). Peranan Psikologi Pendidikan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jupendas,

2(2), 55–60.

Zaini, M. (2009). Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Teras.

Presentasi Seminar Proposal yang Efektif

Presentasi Seminar Proposal yang Efektif

sumber: www.rumahstudio.com

Secara umum presentasi adalah berbicara atau berkomunikasi dihadapan orang banyak untuk menyampaikan suatu gagasan, ide, materi, dan sebagai narasumber atau hal lainnya. Presentasi harus dilaksanakan dengan baik agar setiap maksud yang  akan disampaikan oleh pemateri dapat dipahami dan menarik perhatian audiens. Oleh karena itu diperlukan bahan presentasi yang menarik dan interaktif  serta tidak membosankan.

Bahan presentasi yang akan dipaparkan kepada audiens biasanya dibuat dengan aplikasi-aplikasi seperti Microsoft Powerpoint, Prezi, dan lain-lain. Media yang paling sering digunakan adalah Microsoft Powerpoint karena pada umumnya aplikasi tersebut sudah tersedia pada komputer/laptop.


Tujuan Presentasi

1.  Menyampaikan informasi

2.  Mempengaruhi audiens dengan suatu gagasan

3. Memotivasi dan menginspirasi audiens agar tujuan penyampaian gagasan lebih mudah dimengerti

4. Membuat audiens bisa mencetuskan gagasan baru sesuai keinginan yang melakukan presentasi.

5. Memperkenalkan sesuatu

6. Mempromosikan suatu produk agar memikat bagi audiens

7. Memberikan materi pembelajaran agar mudah dipahami audiens

8. Menyampaikan sebuah berita dalam bentuk fakta yang factual.

9. Menuturkan sebuah berita menjadi lebih sederhanan mudah dipahami audiens

10. Menyampaikan permasalahan, solusi, dan cara kerja.


Cara presentasi seminar proposal yang efektif

1. Pastikan telah membuat proposal

Langkah pertama yang wajib dilakukan sebelum mulai presentasi proposal ialah memastikan telah menyelesaikan proposal itu sendiri. Pastikan juga bagian-bagiannya telah tersusun secara lengkap dan sistematis tanpa ada yang terlewat satupun. 

2. Pahami Materi Proposal

Pahami setiap bagian dengan matang. Misalnya menguatkan kembali motivasi dalam diri yang mendasari alasan penelitian tersebut dipilih untuk dilakukan.

3. Buat Media Presentasi

Pakai media untuk mempermudah penyampaian. Usahakan media yang dipakai sederhana saja namun poin-poinnya mampu tersampaikan dengan jelas. Misalnya, jika memakai PPT maka pastikan panjangnya maksimal sekira 15an halaman, itu pun termasuk pembuka dan ucapan terimakasih di akhir slide.

4. Perbanyak Latihan Pra Seminar

Mengadakan simulasi latihan secara mandiri dengan bantuan dari teman akan sangat membantu dalam mengoptimalkan penguasaan materi presentasi. Cara ini juga efektif mengatur durasi waktu presentasi yang direncanakan. Selain itu, kita bisa mengoreksi apabila ada sesuatu yang dirasa kurang pas saat latihan dilaksanakan. 

5. Kuasai Audiens

Secara umum, keberadaan audiens sering kali memberi dampak psikologis yang nyata, khususnya bagi mahasiswa demam panggung. Karenanya, usahakan tetap fokus dan yakini bahwa seminar ini bukanlah sidang melainkan ajang diskusi untuk menyempurnakan rancangan.

6. Sampaikan Poin Proposal dengan Singkat, Padat, dan Jelas

Mulai presentasi proposal yang telah disiapkan. Jalankan semuanya dengan tenang agar setiap poin dalam proposal tersampaikan lengkap. Terlebih lagi, kelengkapan dan kejelasan materi ini akan menjadi salah satu indikator penting bahwa mahasiswa terkait sudah siap terjun untuk melakukan penelitian. 

7. Yakinkan Urgensi Penelitian

 Perlu ditekankan kembali pada audiens urgensi dari penelitian yang akan dilaksanakan. Tunjukan, betapa pentingnya rancangan ini dan peranan penelitian dalam pemecahan masalahnya nanti. Ini menjadi salah satu penilaian penting apakah sebuah penelitian bisa dikatakan layak atau tidak layak untuk dilanjutkan nantinya. 

8. Datang Lebih Awal dari Jadwal yang Ditentukan

Datang mepet atau malah terlambat akan menurunkan tingkat kesiapan kita. Oleh karena itu, datanglah minimal 30 menit dari jadwal yang sudah ditetapkan.Dengan datang sebelum jadwal, maka kita akan punya waktu lebih banyak untuk mempersiapkan diri, seperti menenangkan diri dan mempersiapkan peralatan.

9. Berdoa Sebelum dan Sesudah Kegiatan

Terakhir, namun merupakan bagian yang paling penting ialah jangan pernah lupa untuk meminta kelancaran pada Allah SWT. Baiknya, selalu membiasakan diri mengawali dan mengakhiri usaha dengan doa yang tulus dari hati, agar hasilnya bisa lebih mantab dan sesuai dengan bayangan yang diharapkan.


Langkah-langkah Presentasi Proposal

1. Salam Pembuka

Sesi ini pertama yang harus dilakukan adalah baca basmalah lanjut dengan meyapa penguji dan pembimbing, terakhir salam dan kalimat Pembuka. Contoh:

Basmalah

Bismillahirrahmanirrahiim,

Sapaan Penguji dan Pembimbing

yang terhormat (sebutkan nama dosen beserta gelar) sebagai dewan penguji satu, yang saya hormati (sebutkan nama dosen beserta gelar) sebagai dewan penguji dua, yang saya hormati (sebutkan nama dosen beserta gelar) sebagai dewan penguji tiga, yang saya hormati (sebutkan nama dosen beserta gelar) selaku pembimbing satu dan yang saya hormati (sebutkan nama dosen beserta gelar) selaku pembimbing dua. Terima kasih sudah berkenan hadir. Terima kasih juga untuk teman-teman yang sudah datang untuk menyaksikan dan mendukung saya.

Salam dan kalimat Pembuka Presentasi

Assalamu'alaikum warahmatullahhi wabarakatuh.

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang membalas doa hamba-hamba-Nya, apabila kita berdoa dan mengingat-Nya.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji kehadiran Allah Swt. yang mana telah mempertemukan kita dalam acara ... dengan keadaan sehat wal afiat.

Selawat serta salam tak lupa mari kita junjung tinggi kepada Baginda Nabi Muhammad saw. bersama ahlul baitnya, juga kepada guru-guru kami, orang tua kami saudara kami, pemimpin-pemimpin kami, muslimin dan muslimat, yang terdahulu juga yang akan datang.

2. Perkenalan Diri

Sesi ini perkenalkan identitas diri anda nama, nim, prodi. Contoh:

Hari ini, ... tanggal ..., saya ...

3. Sampaikan Maksud dan Tujuan Presentasi

Sesi ini sampaikan maksud dan tujuan presentasi anda. Contoh:

Akan mempresentasikan hasil skripsi saya, yang berjudul .... Ada ….. poin penting akan saya sampaikan. Dan saya akan langsung mulai dari poin pembahasan yang pertama yaitu .... "

4. Sampaikan Materi

Sesi ini adalah inti dari presentasi, sedangkan sesi lainnya merupakan pendukung untuk suksesnya sesi inti ini. Jadi, pastikan beberapa hal saat menyampaikan isi materi yaitu: sampaikan secara meyakinkan, tidak bicara terburu-buru, mengatur nafas dan mengatur nada bicara, bisa improvisasi jika ada audiens yang mengantuk, melakukan eye contact dengan audiens, dan anda bisa menyiapkan catatan kecil jika perlu.

5. Tanya Jawab

 Jangan lupa untuk memoderatori tanya jawab. Misalnya, pertanyaan hanya dibatasi untuk sekian orang, lalu lihat waktu untuk tanya jawab ini jangan sampai “kebablasan”. Dan catatlah dalam slide atau kertas

6. Kesimpulan

7. Salam Penutup

Pada sesi akhir ini, sampaikan ucapan terimakasih kepada audiens, berikan kesan akhir yang baik dan meyakinkan bahwa presentasi kamu sukses. Jangan lupa senyum ^_^


Cara Membuat Slide Presentasi

1. Meminimalkan jumlah slide

2. Pilih font yang mudah dibaca audiens

3. Pilih font yang dapat dibaca audiens dari kejauhan

4. Membuat teks tetap sederhana dengan menggunakan poin atau kalimat singkat

5. Menggunakan grafik dalam membantuu menyampaikan pesan presentasi

6. Membuat label untuk began dan grafik agar mudah dimengerti

7. Membuat latar belakang slide tetap halus dan konsisten

8. Menggunakan kontras tinggi antara warna latar belakang dan warna teks

Memeriksa ejaan dan tata bahasa

Aplikasi 4 Teori Belajar - Behaviorisme, Kognitivisme, Humanisme, Konstruktivisme

Aplikasi 4 Teori Belajar - Behaviorisme, Kognitivisme, Humanisme, dan Konstruktivisme

Aplikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran

Setelah mengkaji tentang teori behaviorisme maka kita ketahui bahwa istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon, individu atau peserta didik pasif, perilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement (Penguatan) dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting. Teori ini hingga sekarang masih mendominasi praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan Perpendidikan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara pembiasaan (drill) disertai dengan hukuman atau reinforcement masih sering dilakukan.

 

Aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik peserta didik, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau peserta didik. Peserta didik diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pendidik atau pendidik itulah yang harus dipahami oleh murid.

 

Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Karena teori behaviorisme memandang bahwa sesuatu yang ada di dunia nyata telah tersetruktur rapi dan teratur, maka peserta didik harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Peserta didik adalah obyek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri peserta didik.

 

Tujuan pembelajaran menurut teori behaviorisme ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku tersebut. Thorndike (Schunk, 2012) kemudian merumuskan peran yang harus dilakukan pendidik dalam proses pembelajaran, yaitu:

1. Membentuk kebiasaan peserta didik. Jangan berharap kebiasaan itu akan terbentuk dengan sendirinya.

2. Berhati-hati jangan sampai membentuk kebiasaan yang nantinya harus diubah, karena mengubah kebiasaan yang telah terbentuk adalah hal yang sangat sulit.

3. Jangan membentuk kebiasaan dengan cara yang tidak sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu akan digunakan.

4. Bentuklah kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu akan digunakan.

 

Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar. Maksudnya, bila peserta didik menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan pendidik, hal ini menunjukkan bahwa peserta didik telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan peserta didik secara individual.

 

Salah satu contoh pembelajaran behaviorisme adalah pembelajaran terprogram (PI/Programmed Instruction), dimana pembelajaran terprogram ini merupakan pengembangan dari prinsip-prinsip pembelajaran Operant conditioning yang di bawa oleh Skinner. Schunk (2012) menyatakan bahwa pembelajaran terprogram melibatkan beberapa prinsip pembelajaran. Dalam pembelajaran terprogram, materi dibagi menjadi frame-frame secara berurutan yang setiap frame memberikan informasi dalam potongan kecil dan dilengkapi dengan test yang akan direspon oleh peserta didik.

 

Pada jaman modern ini, aplikasi teori behaviorisme berkembang pada pembelajaran dengan powerpoint dan multimedia. Pembelajaran dengan powerpoint, cenderung terjadi satu arah. Materi yang disampaikan dalam bentuk powerpoint disusun secara rinci dan bagian-bagian kecil. Sementara itu pada pembelajaran dengan multimedia, peserta didik diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pengembang, materi disusun dengan perencanaan yang rinci dengan urutan yang jelas, latihan yang diberikan pun cenderung memiliki satu jawaban benar. Feedback pada pembelajaran dengan multimedia cenderung diberikan sebagai penguatan dalam setiap soal, hal ini serupa dengan program pembelajaran yang pernah dikembangkan Skinner (Collin, 2012). Skinner mengembangkan model pembelajaran yang disebut “teaching machine” yang memberikan feedback kepada peserta didik bila memberikan jawaban benar dalam setiap tahapan dari pertanyaan test, bukan sekedar feedback pada akhir test.

Aplikasi Teori Kognitivisme dalam Pembelajaran

Teori kognitivisme menekankan pada proses perkembangan peserta didik. Meskipun proses perkembangan peserta didik mengikuti urutan yang sama, namun kecepatan dan pertumbuhan dalam proses perkembangan itu berbeda. Dalam proses pembelajaran, perbedaan kecepatan perkembangan mempengaruhi kecepatan belajar peserta didik, oleh sebab itu interaksi dalam bentuk diskusi tidak dapat dihindarkan. Pertukaan gagasan menjadi tanda bagi perkembangan penalaran peserta didik. Perlu disadari bahwa penalaran bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan secara langsung, namun perkembangannya dapat disimulasikan.

 

Hakekat belajar menurut teori kognitivisme dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaian dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitivisme ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behaviorisme. Kebebasan dan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi peserta didik. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip- prinsip sebagai berikut:

1. Peserta didik bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya.

2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda konkrit.

3. Keterlibatan peserta didik secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan peserta didik maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.

4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan setruktur kognitivisme yang telah dimiliki peserta didik.

5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.

6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Tugas pendidik adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui peserta didik.

7. Adanya perbedaan individual pada diri peserta didik perlu diperhatiakan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.

 

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwasanya dalam teori belajar yang dikembangkan oleh bruner melalui 3 tahap, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik. Ketiga tahapan ini dilakukan pada kegiatan inti pembelajaran. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2014) menerapan teori Bruner untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran simetri lipat, menerapkan 3 tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu tahap awal, tahap inti, dan tahap akhir. Strategi ini dipilih karena dipandang dapat mengoptimalisasikan interaksi semua unsur pembelajaran. Penerapan teori Bruner dalam pembelajaran dapat menjadikan peserta didik lebih mudah dibimbing dan diarahkan. Adapun tahapan dalam teori Bruner sebagai berikut:

1. Tahap enaktif; pada tahap ini pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau dengan menggunakan situasi nyata,

2. Tahap ikonik; pada tahapan ini pengetahuan dipresentasikan dalam bentuk bayangan visual atau gambar yang menggambarkan kegiatan konkret yang terdapat pada tahap enaktif, dan

3. Tahap simbolik; pada tahap ini pengetahuan dipresentasikan dalam bentuk simbol-simbol.

 

Kemampuan pendidik dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan intelektual peserta didik sangat menetukan untuk dapat tidaknya suatu konsep dipelejari dan dipahami peserta didik. Terdapat dua fase dalam menerapkan teori belajar Ausubel (Sulaiman, 1988), yaitu:

1. Fase perencanaan

Pada fase perencanaan, pendidik melakukan beberapa hal seperti dibawah ini,

a. Menetapkan Tujuan Pembelajaran

b. Mendiagnosis latar belakang pengetahuan peserta didik.

c. Membuat struktur materi

d. Memformulasikan Advance Organizer. Advance organizer dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) mengkaitkan materi pelajaran dengan struktur pengetahuan peserta didik. 2) mengorganisasikan materi yang dipelajari peserta didik

2. Fase Pelaksanaan

Setelah fase perencanaan, pendidik menyiapkan pelaksanaan dari model Ausubel ini. Untuk menjaga agar peserta didik tidak pasif maka pendidik harus dapat mempertahankan adanya interaksi dengan peserta didik melalui tanya jawab, memberi contoh perbandingan dan sebaginya berkaitan dengan ide yang disampaikan saat itu Pendidik hendaknya mulai dengan advance organizer dan menggunakannya hingga akhir pelajaran sebagai pedoman untuk mengembangkan bahan pengajaran.

 

Langkah berikutnya adalah menguraikan pokok-pokok bahan menjadi lebih terperinci melalui diferensiasi progresif. Setelah pendidik yakin bahwa peserta didik mengerti akan konsep yang disajikan maka ada dua pilihan langkah berikutnya yaitu:

a. Menghubungkan atau membandingkan konsep-konsep itu melalui rekonsiliasi integrative dan

b. Melanjutkan dengan difernsiasi progresif sehingga konsep tersebut menjadi lebih luas.

Aplikasi Teori Humanisme dalam Pembelajaran

Teori Humanisme sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks yang lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sukar meterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang lebih konkrit dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan manusia, maka teori Humanisme mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut. Semua komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri.

 

Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh pendidik dalam merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan berkembang. Dengan demikian teori Humanisme mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.

 

Teori Humanisme akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori Humanisme ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut.

 

Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk peserta didik, mungkin saja berguna bagi pendidik tetapi tidak berarti bagi peserta didik (Rogers dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak sejalan dengan teori Humanisme. Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi peserta didik, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari peserta didik sendiri. Maka peserta didik akan mengalami belajar eksperiensial (experiential learning).

 

Pada teori Humanisme, pendidik diharapkan tidak hanya melakukan kajian bagaimana dapat mengajar yang baik, namun kajian mendalam justru dilakukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana agar peserta didik dapat belajar dengan baik. Jigna dalam jurnal CS Canada (2012) menekankan bahwa “To learn well, we must give the students chances to develop freely”. Artinya untuk menghasikan pembelajaran yang baik, pendidik harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkembang secara bebas.

 

Pendidikan modern mengalami banyak perubahan jika dibandingkan dengan pendidikan tradisional. Dalam pendidikan tradisional Proses belajar terjadi secara stabil, dimana peserta didik dituntut untuk mengetahui informasi melalui buku teks, memahami informasi yang mereka dapatkan dan menggunakan informasi terbut dalam aktivitas keseharian peserta didik. Sedangkan dalam pendidikan modern, peserta didik menyadari hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran, hal ini menunjukkan hubungan dua arah antara pendidik dan peserta didik. Dalam Pendidikan modern peserta didik memanfaatkan teknologi untuk membuat kognisi, pemahaman dan membuat konten pembelajaran menjadi lebih menarik dan lebih berwarna.

 

Pada aplikasi teori humanisme sangat baik bila pendidik dapat membuat hubungan yang kuat dengan peserta didik dan membantunya untuk berkembang secara bebas. Dalam proses pembelajaran, pendidik dapat menawarkan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, seperti situs-situs web yang mendukung pembelajaran. Inti dari pembelajaran humanism adalah bagaimana memanusiakan peserta didik dan membuat proses pembelajaran yang menyenangkan. Dalam prakteknya teori Humanisme ini cenderung mengarahkan peserta didik untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar.

Aplikasi Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Aplikasi teori konstruktivisme jika dikaitkan dengan pembelajaran proses pembelajaran modern adalah berkembangnya pembelajaran dengan web (web learning) dan pembelajaran melalui social media (social media learning). Smaldino, dkk (2012) menyatakan bahwa pembelajaran pada abad ke 21 telah banyak mengalami perubahan, intergrasi internet dan social media memberikan perspektif baru dalam pembelajaran.

 

Pembelajaran dengan social media memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi, berkolaborasi, berbagi informasi dan pemikiran secara bersama. Sama halnya dengan pembelajaran melalui social media, pembelajaran melalui web juga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melengkapi satu atau lebih tugas melalui jaringan internet. Selain itu juga dapat melakukan pembelajaran kelompok dengan menggunakan fasilitas internet seperti google share. Model pembelajaran melalui web maupun social media ini sejalan dengan teori konstruktivisme, dimana peserta didik adalah pembelajar yang bebas yang dapat menentukan sendiri kebutuhan belajarnya.

 

Beberapa aplikasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian dan lebih mendekatkan kepada konsep-konsep yang lebih luas

2. Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide peserta didik

3. Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber- sumber data primer dan manipulasi bahan

4. Peserta didik dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya.

5. Pengukuran proses dan hasil belajar peserta didik terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara pendidik mengamati hal- hal yang sedang dilakukan peserta didik, serta melalui tugas-tugas pekerjaan

6. Peserta didik  banya belajar dan bekerja di dalam group proses

7. Memandang pengetahuan adalah non objektif, berifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu.

Belajar adalah penyusunan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah menata lingkungan agar peserta didik termotivasi dalam menggali makna.