Presentasi Seminar Proposal yang Efektif

Presentasi Seminar Proposal yang Efektif

sumber: www.rumahstudio.com

Secara umum presentasi adalah berbicara atau berkomunikasi dihadapan orang banyak untuk menyampaikan suatu gagasan, ide, materi, dan sebagai narasumber atau hal lainnya. Presentasi harus dilaksanakan dengan baik agar setiap maksud yang  akan disampaikan oleh pemateri dapat dipahami dan menarik perhatian audiens. Oleh karena itu diperlukan bahan presentasi yang menarik dan interaktif  serta tidak membosankan.

Bahan presentasi yang akan dipaparkan kepada audiens biasanya dibuat dengan aplikasi-aplikasi seperti Microsoft Powerpoint, Prezi, dan lain-lain. Media yang paling sering digunakan adalah Microsoft Powerpoint karena pada umumnya aplikasi tersebut sudah tersedia pada komputer/laptop.


Tujuan Presentasi

1.  Menyampaikan informasi

2.  Mempengaruhi audiens dengan suatu gagasan

3. Memotivasi dan menginspirasi audiens agar tujuan penyampaian gagasan lebih mudah dimengerti

4. Membuat audiens bisa mencetuskan gagasan baru sesuai keinginan yang melakukan presentasi.

5. Memperkenalkan sesuatu

6. Mempromosikan suatu produk agar memikat bagi audiens

7. Memberikan materi pembelajaran agar mudah dipahami audiens

8. Menyampaikan sebuah berita dalam bentuk fakta yang factual.

9. Menuturkan sebuah berita menjadi lebih sederhanan mudah dipahami audiens

10. Menyampaikan permasalahan, solusi, dan cara kerja.


Cara presentasi seminar proposal yang efektif

1. Pastikan telah membuat proposal

Langkah pertama yang wajib dilakukan sebelum mulai presentasi proposal ialah memastikan telah menyelesaikan proposal itu sendiri. Pastikan juga bagian-bagiannya telah tersusun secara lengkap dan sistematis tanpa ada yang terlewat satupun. 

2. Pahami Materi Proposal

Pahami setiap bagian dengan matang. Misalnya menguatkan kembali motivasi dalam diri yang mendasari alasan penelitian tersebut dipilih untuk dilakukan.

3. Buat Media Presentasi

Pakai media untuk mempermudah penyampaian. Usahakan media yang dipakai sederhana saja namun poin-poinnya mampu tersampaikan dengan jelas. Misalnya, jika memakai PPT maka pastikan panjangnya maksimal sekira 15an halaman, itu pun termasuk pembuka dan ucapan terimakasih di akhir slide.

4. Perbanyak Latihan Pra Seminar

Mengadakan simulasi latihan secara mandiri dengan bantuan dari teman akan sangat membantu dalam mengoptimalkan penguasaan materi presentasi. Cara ini juga efektif mengatur durasi waktu presentasi yang direncanakan. Selain itu, kita bisa mengoreksi apabila ada sesuatu yang dirasa kurang pas saat latihan dilaksanakan. 

5. Kuasai Audiens

Secara umum, keberadaan audiens sering kali memberi dampak psikologis yang nyata, khususnya bagi mahasiswa demam panggung. Karenanya, usahakan tetap fokus dan yakini bahwa seminar ini bukanlah sidang melainkan ajang diskusi untuk menyempurnakan rancangan.

6. Sampaikan Poin Proposal dengan Singkat, Padat, dan Jelas

Mulai presentasi proposal yang telah disiapkan. Jalankan semuanya dengan tenang agar setiap poin dalam proposal tersampaikan lengkap. Terlebih lagi, kelengkapan dan kejelasan materi ini akan menjadi salah satu indikator penting bahwa mahasiswa terkait sudah siap terjun untuk melakukan penelitian. 

7. Yakinkan Urgensi Penelitian

 Perlu ditekankan kembali pada audiens urgensi dari penelitian yang akan dilaksanakan. Tunjukan, betapa pentingnya rancangan ini dan peranan penelitian dalam pemecahan masalahnya nanti. Ini menjadi salah satu penilaian penting apakah sebuah penelitian bisa dikatakan layak atau tidak layak untuk dilanjutkan nantinya. 

8. Datang Lebih Awal dari Jadwal yang Ditentukan

Datang mepet atau malah terlambat akan menurunkan tingkat kesiapan kita. Oleh karena itu, datanglah minimal 30 menit dari jadwal yang sudah ditetapkan.Dengan datang sebelum jadwal, maka kita akan punya waktu lebih banyak untuk mempersiapkan diri, seperti menenangkan diri dan mempersiapkan peralatan.

9. Berdoa Sebelum dan Sesudah Kegiatan

Terakhir, namun merupakan bagian yang paling penting ialah jangan pernah lupa untuk meminta kelancaran pada Allah SWT. Baiknya, selalu membiasakan diri mengawali dan mengakhiri usaha dengan doa yang tulus dari hati, agar hasilnya bisa lebih mantab dan sesuai dengan bayangan yang diharapkan.


Langkah-langkah Presentasi Proposal

1. Salam Pembuka

Sesi ini pertama yang harus dilakukan adalah baca basmalah lanjut dengan meyapa penguji dan pembimbing, terakhir salam dan kalimat Pembuka. Contoh:

Basmalah

Bismillahirrahmanirrahiim,

Sapaan Penguji dan Pembimbing

yang terhormat (sebutkan nama dosen beserta gelar) sebagai dewan penguji satu, yang saya hormati (sebutkan nama dosen beserta gelar) sebagai dewan penguji dua, yang saya hormati (sebutkan nama dosen beserta gelar) sebagai dewan penguji tiga, yang saya hormati (sebutkan nama dosen beserta gelar) selaku pembimbing satu dan yang saya hormati (sebutkan nama dosen beserta gelar) selaku pembimbing dua. Terima kasih sudah berkenan hadir. Terima kasih juga untuk teman-teman yang sudah datang untuk menyaksikan dan mendukung saya.

Salam dan kalimat Pembuka Presentasi

Assalamu'alaikum warahmatullahhi wabarakatuh.

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang membalas doa hamba-hamba-Nya, apabila kita berdoa dan mengingat-Nya.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji kehadiran Allah Swt. yang mana telah mempertemukan kita dalam acara ... dengan keadaan sehat wal afiat.

Selawat serta salam tak lupa mari kita junjung tinggi kepada Baginda Nabi Muhammad saw. bersama ahlul baitnya, juga kepada guru-guru kami, orang tua kami saudara kami, pemimpin-pemimpin kami, muslimin dan muslimat, yang terdahulu juga yang akan datang.

2. Perkenalan Diri

Sesi ini perkenalkan identitas diri anda nama, nim, prodi. Contoh:

Hari ini, ... tanggal ..., saya ...

3. Sampaikan Maksud dan Tujuan Presentasi

Sesi ini sampaikan maksud dan tujuan presentasi anda. Contoh:

Akan mempresentasikan hasil skripsi saya, yang berjudul .... Ada ….. poin penting akan saya sampaikan. Dan saya akan langsung mulai dari poin pembahasan yang pertama yaitu .... "

4. Sampaikan Materi

Sesi ini adalah inti dari presentasi, sedangkan sesi lainnya merupakan pendukung untuk suksesnya sesi inti ini. Jadi, pastikan beberapa hal saat menyampaikan isi materi yaitu: sampaikan secara meyakinkan, tidak bicara terburu-buru, mengatur nafas dan mengatur nada bicara, bisa improvisasi jika ada audiens yang mengantuk, melakukan eye contact dengan audiens, dan anda bisa menyiapkan catatan kecil jika perlu.

5. Tanya Jawab

 Jangan lupa untuk memoderatori tanya jawab. Misalnya, pertanyaan hanya dibatasi untuk sekian orang, lalu lihat waktu untuk tanya jawab ini jangan sampai “kebablasan”. Dan catatlah dalam slide atau kertas

6. Kesimpulan

7. Salam Penutup

Pada sesi akhir ini, sampaikan ucapan terimakasih kepada audiens, berikan kesan akhir yang baik dan meyakinkan bahwa presentasi kamu sukses. Jangan lupa senyum ^_^


Cara Membuat Slide Presentasi

1. Meminimalkan jumlah slide

2. Pilih font yang mudah dibaca audiens

3. Pilih font yang dapat dibaca audiens dari kejauhan

4. Membuat teks tetap sederhana dengan menggunakan poin atau kalimat singkat

5. Menggunakan grafik dalam membantuu menyampaikan pesan presentasi

6. Membuat label untuk began dan grafik agar mudah dimengerti

7. Membuat latar belakang slide tetap halus dan konsisten

8. Menggunakan kontras tinggi antara warna latar belakang dan warna teks

Memeriksa ejaan dan tata bahasa

Aplikasi 4 Teori Belajar - Behaviorisme, Kognitivisme, Humanisme, Konstruktivisme

Aplikasi 4 Teori Belajar - Behaviorisme, Kognitivisme, Humanisme, dan Konstruktivisme

Aplikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran

Setelah mengkaji tentang teori behaviorisme maka kita ketahui bahwa istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respon, individu atau peserta didik pasif, perilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement (Penguatan) dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting. Teori ini hingga sekarang masih mendominasi praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah-Dasar, Sekolah Menengah, bahkan Perpendidikan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara pembiasaan (drill) disertai dengan hukuman atau reinforcement masih sering dilakukan.

 

Aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti; tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik peserta didik, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau peserta didik. Peserta didik diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pendidik atau pendidik itulah yang harus dipahami oleh murid.

 

Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berpikir, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Karena teori behaviorisme memandang bahwa sesuatu yang ada di dunia nyata telah tersetruktur rapi dan teratur, maka peserta didik harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Peserta didik adalah obyek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri peserta didik.

 

Tujuan pembelajaran menurut teori behaviorisme ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas “mimetic”, yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku tersebut. Thorndike (Schunk, 2012) kemudian merumuskan peran yang harus dilakukan pendidik dalam proses pembelajaran, yaitu:

1. Membentuk kebiasaan peserta didik. Jangan berharap kebiasaan itu akan terbentuk dengan sendirinya.

2. Berhati-hati jangan sampai membentuk kebiasaan yang nantinya harus diubah, karena mengubah kebiasaan yang telah terbentuk adalah hal yang sangat sulit.

3. Jangan membentuk kebiasaan dengan cara yang tidak sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu akan digunakan.

4. Bentuklah kebiasaan dengan cara yang sesuai dengan bagaimana kebiasaan itu akan digunakan.

 

Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut satu jawaban benar. Maksudnya, bila peserta didik menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan pendidik, hal ini menunjukkan bahwa peserta didik telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan peserta didik secara individual.

 

Salah satu contoh pembelajaran behaviorisme adalah pembelajaran terprogram (PI/Programmed Instruction), dimana pembelajaran terprogram ini merupakan pengembangan dari prinsip-prinsip pembelajaran Operant conditioning yang di bawa oleh Skinner. Schunk (2012) menyatakan bahwa pembelajaran terprogram melibatkan beberapa prinsip pembelajaran. Dalam pembelajaran terprogram, materi dibagi menjadi frame-frame secara berurutan yang setiap frame memberikan informasi dalam potongan kecil dan dilengkapi dengan test yang akan direspon oleh peserta didik.

 

Pada jaman modern ini, aplikasi teori behaviorisme berkembang pada pembelajaran dengan powerpoint dan multimedia. Pembelajaran dengan powerpoint, cenderung terjadi satu arah. Materi yang disampaikan dalam bentuk powerpoint disusun secara rinci dan bagian-bagian kecil. Sementara itu pada pembelajaran dengan multimedia, peserta didik diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pengembang, materi disusun dengan perencanaan yang rinci dengan urutan yang jelas, latihan yang diberikan pun cenderung memiliki satu jawaban benar. Feedback pada pembelajaran dengan multimedia cenderung diberikan sebagai penguatan dalam setiap soal, hal ini serupa dengan program pembelajaran yang pernah dikembangkan Skinner (Collin, 2012). Skinner mengembangkan model pembelajaran yang disebut “teaching machine” yang memberikan feedback kepada peserta didik bila memberikan jawaban benar dalam setiap tahapan dari pertanyaan test, bukan sekedar feedback pada akhir test.

Aplikasi Teori Kognitivisme dalam Pembelajaran

Teori kognitivisme menekankan pada proses perkembangan peserta didik. Meskipun proses perkembangan peserta didik mengikuti urutan yang sama, namun kecepatan dan pertumbuhan dalam proses perkembangan itu berbeda. Dalam proses pembelajaran, perbedaan kecepatan perkembangan mempengaruhi kecepatan belajar peserta didik, oleh sebab itu interaksi dalam bentuk diskusi tidak dapat dihindarkan. Pertukaan gagasan menjadi tanda bagi perkembangan penalaran peserta didik. Perlu disadari bahwa penalaran bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan secara langsung, namun perkembangannya dapat disimulasikan.

 

Hakekat belajar menurut teori kognitivisme dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaian dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitivisme ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behaviorisme. Kebebasan dan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi peserta didik. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip- prinsip sebagai berikut:

1. Peserta didik bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya.

2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda konkrit.

3. Keterlibatan peserta didik secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan peserta didik maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.

4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan setruktur kognitivisme yang telah dimiliki peserta didik.

5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.

6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Tugas pendidik adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui peserta didik.

7. Adanya perbedaan individual pada diri peserta didik perlu diperhatiakan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.

 

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwasanya dalam teori belajar yang dikembangkan oleh bruner melalui 3 tahap, yaitu tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik. Ketiga tahapan ini dilakukan pada kegiatan inti pembelajaran. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2014) menerapan teori Bruner untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran simetri lipat, menerapkan 3 tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu tahap awal, tahap inti, dan tahap akhir. Strategi ini dipilih karena dipandang dapat mengoptimalisasikan interaksi semua unsur pembelajaran. Penerapan teori Bruner dalam pembelajaran dapat menjadikan peserta didik lebih mudah dibimbing dan diarahkan. Adapun tahapan dalam teori Bruner sebagai berikut:

1. Tahap enaktif; pada tahap ini pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau dengan menggunakan situasi nyata,

2. Tahap ikonik; pada tahapan ini pengetahuan dipresentasikan dalam bentuk bayangan visual atau gambar yang menggambarkan kegiatan konkret yang terdapat pada tahap enaktif, dan

3. Tahap simbolik; pada tahap ini pengetahuan dipresentasikan dalam bentuk simbol-simbol.

 

Kemampuan pendidik dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan intelektual peserta didik sangat menetukan untuk dapat tidaknya suatu konsep dipelejari dan dipahami peserta didik. Terdapat dua fase dalam menerapkan teori belajar Ausubel (Sulaiman, 1988), yaitu:

1. Fase perencanaan

Pada fase perencanaan, pendidik melakukan beberapa hal seperti dibawah ini,

a. Menetapkan Tujuan Pembelajaran

b. Mendiagnosis latar belakang pengetahuan peserta didik.

c. Membuat struktur materi

d. Memformulasikan Advance Organizer. Advance organizer dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) mengkaitkan materi pelajaran dengan struktur pengetahuan peserta didik. 2) mengorganisasikan materi yang dipelajari peserta didik

2. Fase Pelaksanaan

Setelah fase perencanaan, pendidik menyiapkan pelaksanaan dari model Ausubel ini. Untuk menjaga agar peserta didik tidak pasif maka pendidik harus dapat mempertahankan adanya interaksi dengan peserta didik melalui tanya jawab, memberi contoh perbandingan dan sebaginya berkaitan dengan ide yang disampaikan saat itu Pendidik hendaknya mulai dengan advance organizer dan menggunakannya hingga akhir pelajaran sebagai pedoman untuk mengembangkan bahan pengajaran.

 

Langkah berikutnya adalah menguraikan pokok-pokok bahan menjadi lebih terperinci melalui diferensiasi progresif. Setelah pendidik yakin bahwa peserta didik mengerti akan konsep yang disajikan maka ada dua pilihan langkah berikutnya yaitu:

a. Menghubungkan atau membandingkan konsep-konsep itu melalui rekonsiliasi integrative dan

b. Melanjutkan dengan difernsiasi progresif sehingga konsep tersebut menjadi lebih luas.

Aplikasi Teori Humanisme dalam Pembelajaran

Teori Humanisme sering dikritik karena sukar diterapkan dalam konteks yang lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sukar meterjemahkannya ke dalam langkah-langkah yang lebih konkrit dan praktis. Namun karena sifatnya yang ideal, yaitu memanusiakan manusia, maka teori Humanisme mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut. Semua komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri.

 

Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh pendidik dalam merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan berkembang. Dengan demikian teori Humanisme mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.

 

Teori Humanisme akan sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya. Meskipun teori Humanisme ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut.

 

Kegiatan pembelajaran yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap secara ketat, sebagaimana tujuan-tujuan pembelajaran yang telah dinyatakan secara eksplisit dan dapat diukur, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, serta pengalaman-pengalaman belajar yang dipilih untuk peserta didik, mungkin saja berguna bagi pendidik tetapi tidak berarti bagi peserta didik (Rogers dalam Snelbecker, 1974). Hal tersebut tidak sejalan dengan teori Humanisme. Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi peserta didik, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari peserta didik sendiri. Maka peserta didik akan mengalami belajar eksperiensial (experiential learning).

 

Pada teori Humanisme, pendidik diharapkan tidak hanya melakukan kajian bagaimana dapat mengajar yang baik, namun kajian mendalam justru dilakukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana agar peserta didik dapat belajar dengan baik. Jigna dalam jurnal CS Canada (2012) menekankan bahwa “To learn well, we must give the students chances to develop freely”. Artinya untuk menghasikan pembelajaran yang baik, pendidik harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berkembang secara bebas.

 

Pendidikan modern mengalami banyak perubahan jika dibandingkan dengan pendidikan tradisional. Dalam pendidikan tradisional Proses belajar terjadi secara stabil, dimana peserta didik dituntut untuk mengetahui informasi melalui buku teks, memahami informasi yang mereka dapatkan dan menggunakan informasi terbut dalam aktivitas keseharian peserta didik. Sedangkan dalam pendidikan modern, peserta didik menyadari hal-hal yang terjadi dalam proses pembelajaran, hal ini menunjukkan hubungan dua arah antara pendidik dan peserta didik. Dalam Pendidikan modern peserta didik memanfaatkan teknologi untuk membuat kognisi, pemahaman dan membuat konten pembelajaran menjadi lebih menarik dan lebih berwarna.

 

Pada aplikasi teori humanisme sangat baik bila pendidik dapat membuat hubungan yang kuat dengan peserta didik dan membantunya untuk berkembang secara bebas. Dalam proses pembelajaran, pendidik dapat menawarkan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, seperti situs-situs web yang mendukung pembelajaran. Inti dari pembelajaran humanism adalah bagaimana memanusiakan peserta didik dan membuat proses pembelajaran yang menyenangkan. Dalam prakteknya teori Humanisme ini cenderung mengarahkan peserta didik untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar.

Aplikasi Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Aplikasi teori konstruktivisme jika dikaitkan dengan pembelajaran proses pembelajaran modern adalah berkembangnya pembelajaran dengan web (web learning) dan pembelajaran melalui social media (social media learning). Smaldino, dkk (2012) menyatakan bahwa pembelajaran pada abad ke 21 telah banyak mengalami perubahan, intergrasi internet dan social media memberikan perspektif baru dalam pembelajaran.

 

Pembelajaran dengan social media memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi, berkolaborasi, berbagi informasi dan pemikiran secara bersama. Sama halnya dengan pembelajaran melalui social media, pembelajaran melalui web juga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melengkapi satu atau lebih tugas melalui jaringan internet. Selain itu juga dapat melakukan pembelajaran kelompok dengan menggunakan fasilitas internet seperti google share. Model pembelajaran melalui web maupun social media ini sejalan dengan teori konstruktivisme, dimana peserta didik adalah pembelajar yang bebas yang dapat menentukan sendiri kebutuhan belajarnya.

 

Beberapa aplikasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian dan lebih mendekatkan kepada konsep-konsep yang lebih luas

2. Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide peserta didik

3. Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber- sumber data primer dan manipulasi bahan

4. Peserta didik dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya.

5. Pengukuran proses dan hasil belajar peserta didik terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara pendidik mengamati hal- hal yang sedang dilakukan peserta didik, serta melalui tugas-tugas pekerjaan

6. Peserta didik  banya belajar dan bekerja di dalam group proses

7. Memandang pengetahuan adalah non objektif, berifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu.

Belajar adalah penyusunan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah menata lingkungan agar peserta didik termotivasi dalam menggali makna.

Cara Install Aplikasi Zotero for Windows dan Ms Word

Cara install aplikasi zotero for windows dan Ms.Word


1. Silahkan klik link di bawah↓

https://www.zotero.org/download/

2. Klik download di Zotero 6 for windows ↓


3. Setelah selesai proses download, next buka file yang sudah anda download ↓

4. Klik next


5. Pilih standard lalu klik next

6. selanjutnya Klik install


7. Pilih launch Zotero now lalu klik finish

8. setelah proses install selesai, akan muncul jendela Zotero berikut

9. Menu Zotero akan otomatis juga terpasang di word

10. beriku Jendela Zotero yang terpasang di Microsoft word



ZOTERO READY

4 Teori Belajar - Behaviorisme, Kognitivisme, Humanisme, Konstruktivisme

Teori-teori Belajar

sumber: https://djavatoday.com/

Teori Belajar Behaviorisme

Teori behaviorisme merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku, serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Menurut teori tersebut, tingkah laku manusia merupakan suatu hubungan stimulus‐respons. Siapa yang menguasai stimulus‐respons sebanyak‐banyaknya, maka orang tersebut yang pandai dan  berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui ulangan-ulangan.

 

Tokoh teori belajar behaviorisme antara lain Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936), Edward Thorndike (1874-1949), Jhon B Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, Burrhus Frederic Skinner

 

Salah satu tokoh pengembang teori behaviorisme adalah Thorndike (1874‐1949), dengan eksperimennya belajar pada binatang, juga berlaku bagi manusia, Thorndike dengan trial and error. Thorndike menghasilkan belajar Connectionism, karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi antara stimulus dan respons. Stimulus yakni hal-hal yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar, seperti; pikiran, perasaan atau hal‐hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yakni reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat berupa pikiran, perasaan atau gerakan/tindakan.

 

Thorndike mengemukakan 3 (tiga) prinsip atau hukum dalam belajar, antara lain: (Omon Abdurakhman, 2017)

1. Law of readiness, belajar akan berhasil apabila peserta didik memiliki kesiapan untuk melakukan kegiatan tersebut karena individu yang siap untuk merespon serta merespon akan menghasilkan respon yang memuaskan;

2. Law of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan serta selalu mengulang apa yang telah didapat;

3. Law of effect, belajar akan menjadi bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.

 

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa teori behaviorisme merupakan suatu perubahan tingkah laku karena adanya stimulus yang dapat diamati, dari hasil hubungan timbal balik antara guru sebagai pemberi stimulus, dan peserta didik sebagai perespon tindakan stimulus yang diberikan. Respon yang diinginkan tergantung bagaimana stimulus yang diberikan, maka diperlukan kreativitas guru dalam memperoleh respon yang diinginkan peserta didik, yakni berupa perubahan tingkah laku.

Teori Belajar Kognitivisme

Pengertian belajar menurut teori belajar kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang. Menurut teori kognitif, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak terpatah-pata, terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, dan menyeluruh.


Teori belajar kognitif lebih menekankan pada proses belajar bukan pada hasil belajar, bahwa belajar adalah proses mental yang melibatkan kejiwaan, belajar adalah proses yang terjadi secara internal dalam diri manusia, teori ini tidak mengabaikan perubahan-perubahan yang sifatnya abstrak atau tidak terukur, seperti aktivitas motoric, aktivitas visual, dan kemampuan berbahasa.


Aktivitas belajar dalam teori ini merupakan hasil penggabungan antar stimulus yang diterima dengan pengetahuan awal yang dimiliki, sehingga dalam teori ini dikenal istilah asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Asimilasi merupakan proses penyatuan pengetahuan baru ke struktur pengetahuan awal. Akomodasi merupakan tahap penyesuaian struktur pengetahuan awal dalam situasi yang baru. Sedangkan ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Tokoh teori belajar Kognitivisme yakni Jean Piaget, Davis Ausubel, Jerome Bruner.


Proses kognitif terjadi secara internal dalam pusat susunan syaraf, pada waktu manusia sedang berpikir. Kemampuan kognitif tersebut berkembang secara bertahap, sejalan dengan perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada di pusat susunan syaraf. Salah satu teori yang berpengaruh dalam menjelaskan perkembangan kognitif tersebut adalah teori Piaget. (Vera Heryanti, 2014)


Perkembangan kognitif menurut Jean Piaget dibagi menjadi dalam 4 (empat) tahapan, antara lain: (Sri Esti WD, 2004)

Fase Sensori Motor (umur 0 – 2 tahun)

Menurut Piaget, dalam tahapan ini perkembangan kognitif seorang anak yang baru lahir hingga berusia 2 tahun sudah bisa mendengarkan suara, mengkoordinasikan gerakan mata, sering menemukan benda-benda tersembunyi, hingga sering menangis untuk meminta sesuatu. Sebagai contoh, seorang Ibu meletakkan dot bayi di bawah bantal, lantas sang anak yang terbiasa menggunakan dot bayi akan mencarinya.

Fase Intuitif – Pra Operasional (2 – 7 tahun)

Pada tahapan ini, kognitif seorang anak terus mengalami perkembangan yang jauh lebih baik. Sejumlah contoh perkembangan kognitif pada seorang anak di tahap ini di antaranya meniru perilaku orang dewasa, mampu mengikuti arahan sederhana yang dilakukan orang tua (memindahkan barang dari kursi ke lantai), hingga menanyakan suatu benda atau makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan.

Fase Operasi – Kongkrit (umur 7 – 11 tahun)

Menurut Piaget, dalam tahapan ini perkembangan kognitif seorang anak ditandai dengan pemikiran yang lebih logis dan mulai bisa memecahkan suatu masalah. Sejumlah contoh perkembangan kognitif di tahap ini adalah bertanya suatu hal yang lebih rumit, sering melakukan eksperimen, mulai menyukai hobi, hingga mampu menangani masalah kecil dan mencari solusinya.

Fase Operasi Formal (umur 12 tahun ke atas)

Dalam tahapan ini, Piaget mengungkapkan kalau perkembangan kognitif seorang anak jauh lebih baik sehingga bisa berpikir semakin logis dan mampu mengungkapkan pendapatnya. Contoh seorang anak yang sudah dalam tahap perkembangan kognitif ini yaitu dapat berpikir kreatif, mampu menyuarakan pendapat, hingga menggunakan akal pikiran secara rasional.

Teori Belajar Humanisme

Teori Humanisme menyatakan bahwa belajar adalah memanusiakan manusia. Maksudnya adalah menghargai segala yang ada pada manusia. Oleh sebab itu, teori belajar humanisme sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi. Teori ini juga lebih mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajarnya. Proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik telah memahami lingkungan dan dirinya sendiri.

 

Tokoh-tokoh teori belajar Humanisme antara lain Abraham Maslow, Carl R Roger, Arthur Combs, Kolb, Honey Humford dan Hebermas

 

Teori humanisme menekankan kasih sayang dalam pelajaran, tidak ada emosi tanpa kognisi, serta tidak ada kognisi tanpa emosi. Mengkombinasikan bahan dan perasaan tersebut terkadang disebut “ajaran tingkat tiga”. Ajaran tingkat satu yakni fakta, tingkat dua adalah konsep, dan tingkat tiga adalah nilai. Hubungan antara fakta, konsep dan nilai dapat digambarkan dengan suatu piramida. Alas piramida yang lebar menggambarkan fakta; konsep mewakili pemahaman dan perumusan yang diturunkan dari fakta, sedangkan puncak piramida menggambarkan nilai. Puncak tersebut menggambarkan keputusan yang diambil dalam hidup, yakni bahwa setiap keputusan hendaknya didasarkan terhadap fakta, serta konsep pembelajaran yang bermakna hendaknya mencakup 3 (tiga) tingkatan tersebut. Pembahasan nilai yang tergabung dalam konsep, seharusnya merupakan suatu kesatuan dalam pengalaman belajar di kelas. Guru dan peserta didik hendaknya perlu menguji dan menjelajah nilai-nilai yang mendasari suatu bahan pelajaran.

 

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa ajaran kognitif dan perasaan saling berkaitan. terdapat beberapa tujuan umum ajaran humanisme, antara lain: (Sastrawijaya, 1988)

1.     Perbaikan komunikasi antara individu;

2.     Meniadakan individu yang saling bersaing;

3.     Keterlibatan intelek dan emosi dalam suatu proses belajar;

4.     Memahami dinamika bekerjasama; dan

5.     Kepekaan kepada pengaruh perilaku individu lain dalam lingkungan.


Apabila tujuan umum di atas telah dicapai, maka belajar akan berlangsung baik pada tingkat pribadi atau antar pribadi. Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada roh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarni metode-metode yang diterapkan.

Teori Belajar Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme adalah aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Konstruktivisme merupakan filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa, dengan merefleksikan pengalaman, seseorang dapat membangun, mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan tempat tinggal. Kontruktivisme melandasi pemikiran bahwa, pengetahuan bukan sesuatu yang given dari alam, akan tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri. Seseorang akan menciptakan hukum dan model mental sendiri, yang di pergunakan untuk menafsirkan dan menerjemahkan pengalaman. Kegiatan belajar dengan demikian semata-mata sebagai suatu proses pengaturan model mental seseorang, dalam mengakomodasi pengalaman baru. (Suyono, 2014)

 

Teori belajar ini dihasilkan dari lingkungan sekitar dengan menggunakan panca Indera seperti melihat, mendengar, menjamah, mencium, dan merasakan. Ataupun dengan pengetahuan sebelumnya seperti pengetahuan fisik, pengetahuan kognitif, ataupun pengetahuan mental. Strategi pembelajaran konstruktivisme adalah belajar aktif, belajar mandiri, belajar kooperatif,dsb. Tokoh teori belajar konstruktivisme antara lain John dewey, Jean Peaget, Lev Vygotsky

 

Sementara peranan guru dalam belajar konstruktivistik adalah membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh peserta didik berjalan lancar. Guru tidak mentransfer pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu peserta didik untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang peserta didik dalam belajar.

 

Dari keterangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa teori konstruktivisme mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna oleh peserta didik kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah kepada tujuan tersebut. Oleh karena itu pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri peserta didik. Peserta didik diberikan kesempatan untuk mengembangkan ide-idenya secara luas.

Rujukan

Henryk Misiak, V. S. S. (2005). Psikologi Fenomenologi, Eksistensial, dan Humanistik.

Bandung: PT Refika Aditama.

Khadijah. (2016). Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini. Medan: IKAPI.

Omon Abdurakhman, R. K. R. (2017). Teori Belajar dan Pembelajaran. UNIDA.

Sastrawijaya, T. (1988). Proses Belajar Mengajar Diperguruan Tinggi. Jakarta.

Sri Esti WD. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo.

Suyono, H. (2014). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Roskadarya Remaja.

Vera Heryanti. (2014). Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak Melalui Permainan

Tradisional (Congklak). Universitas Bengkulu, 2(1), 22.