Berduka
Mengatasi Kematian Orang Lain
1. Berkomunikasi dengan orang yang menjelang ajal
Sebagian psikolog berpendapat bahwa menjelang
kematiannya, individu yang bersangkutan maupun orang-orang terdekat sebaiknya
mengetahuinya agar dapat saling berinteraksi dan berkomunikasi (Banja, 2005). Apa
keuntungan yang diperoleh dari kesadaran yang terbuka ini bagi individu
menjelang kematian?
a. Pertama,
individu dapat menyesuaikan hidupnya dengan cara meninggal sesuai dengan
keinginan.
b. Kedua,
mereka dapat menyesuaikan beberapa rencana dan proyek, dapat melakukan
pengaturan bagi orang yang masih hidup, dan dapat berpatisipasi dalam membuat Keputusan
mengenai pemakamannya.
c. Ketiga,
individu dapat berkesempatan meninjau Kembali hidupnya, bercakap-cakap dengan
orang-orang yang penting dalam hidupnya, dan mengakhiri kehidupannyaa dengan
kesadaran menganai bagaimana
kehidupannya selama ini. Dan
d. Keempat,
individu itu menjadi lebih memahami apa yang terjadi dengan tubuhnya dan apa
yang dilakukan oleh para staf medis terhadap tubuhnya (Kalish, 1981)
Selain mengusahakan agar komunikasi
berlangsung terbuka, beberapa ahli berpendapat bahwa percakapan sebaiknya tidak
difokuskan pada patologi mental atau persiapan kematian namun pada kekuatan individu
dan persiapan untuk menghadapi sisa hidupnya. Karena individu sudah tidak
dimungkinkan lagi meraih prestasi yang bersifat ekstrenal, komunikasi sebaiknya
difokuskan pada pertumbuhan pribadi yang bersifat internal. Perlu diingat pula
bahwa dukungan yang diberikan individu yang hendak meninggal sebaiknya tidak
hanya diberikan oleh para professional Kesehatan mental, namun juga diberikan
oleh perawat, dokter, pasangan, atau kerabat dan teman terdekat.
2. Dukacita
Dimensi-Dimensi Duka Cita
a. Dukacita (grief): Adalah kumpulan emosi, ketidak
yakinan, kecemasan karena keterpisahan (separation anxiety), keputusaasaan,
kesedihan, dan kesepian, yang menyertai kehilangan seseorang yang kita cintai.
b. Dukacita Berkepanjangan (Prolonged grief) : Jenis dukacita
dengan keputusan berkepanjangan dan tidak terselesaikan selama beberapa waktu
tertentu (Kersting & Kroker, 2010; kresting & kawan-kawan, 2009). Orang
yang kehilangan orang tempat bergantung secara emosional sering kali beresiko
tinggi mengembangakan dukacita yang berkepanjangan (Johnson dkk., 2007).
c. Dukacita Disenfranchised : Dukacita seseorang terhadap orang
meninggal, yang secara sosial merupakan kehilangan yang tidak dapat diungkapkan
atau didukung secara terbuka (Aloi, 2009; hendry, 2009).
d. Model Dwi Proses Dalam Mengatasi Pengalaman
Kehilangan : Merupakan
model usaha coping kematian yang terdiri dari dua dimensi utama, yaitu: (1)
stersor yang berorientasi pada kehilangan, dan (2) stresor yang berorientasi
pada pemulihan (Stroebe, Schut, dan Boerner, 2010; Streobe, Schut, dan Stroebe,
2005). Stresor yang berorientasi pada kehilangan fokus pada individu yang telah
meninggal dan mencakup mengenang kembali secara positif atau negatif.
e. Coping Dan Jenis Kematian : Pengaruh kematian terhadap
individu-individu yang selamat sangat dipengaruhi oleh situasi dimana kematian
itu terjadi (Smith ddk, 2009). Kematian yang terjadi secara mendadak, sebelum
waktunya disebabkan oleh kekerasan atau traumatik, cenderung memiliki dampak
yang lebih intens dan lama terhadap individu yang ditinggalkan; proses coping
juga terasa lebih sulit bagi mereka (Sveen dan Walby, 2008). Kematian semacam
itu seringkali disertai dengan ganguan stress pascatrauma (post-traumatic
stress atau PTSD).
3. Memahami dunia ini
Proses dukacita dapat menstimulasi individu
untuk berjuang agar memahami dunianya. Ketika kematian disebabkan oleh
kecelakaan atau bencana, usaha untuk memahaminya sulit untuk dicapai.
4. Kehilangan pasangan hidup
Pengalaman kehilangan yang paling berat
adalah kematian pasangan. Pengalaman kehilangan dapat menimbulkan risiko untuk
menderita masalah-masalah kesehatan meskipun pengalaman kegelisahan yang
dirasakan oleh pasangan yang masih hidup dapat bervariasi. Dukungan sosial
dapat membantu pasangan yang ditinggalkan.

