Tata Bahasa Indonesia dalam Penyusunan Karya Tulis Ilmiah
1. Ragam Bahasa Ilmiah
2. Pilihan Kata (Diksi) dan
Kalimat
3. Paragraf sebagai unit
eksposisi (paparan)
4. Penulisan di sebagai kata depan dan awalan
5. Penulisan ke sebagai kata depan dan awalan
6. Penulisan partikel pun
7. Penulisan partikel per
8. Penggunaan tanda hubung (-)
9. Penggunaan spasi
Ragam Bahasa Ilmiah
Gaya bahasa dalam KTI adalah penerapan ragam bahasa ilmiah dengan
mengikuti kaidah penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Bahasa
Indonesia ragam ilmiah merupakan salah satu bahasa Indonesia yang digunakan
dalam menulis karya ilmiah. Ciri ragam Bahasa ilmiah antara lain: cendikia,
lugas, jelas, formal, objektif, konsisten, bertolak dari gagasan, ringkas, dan
padat.
Ciri-ciri ragam Bahasa Ilmiah:
1. Cendekia
Bahasa yang cendekia mampu membentuk pernyataan yang tepat dan seksama,
sehingga gagasan yang disampaikan penulis dapat diterima secara tepat oleh
pembaca. Kalimat-kalimat yang digunakan mencerminkan ketelitian yang objektif
sehingga suku-suku kalimatnya mirip dengan proposisi logika. Karena itu,
apabila sebuah kalimat digunakan untuk mengungkapkan dua buah gagasan yang
memiliki hubungan kausalitas, dua gagasan beserta hubungannya itu harus tampak
secara jelas dalam kalimat yang mewadahinya. Contoh:
Contoh 1 |
Contoh 2 |
Pada era globalisasi informasi ini dikhawatirkan akan terjadi
pergeseran nilai-nilai moral bangsa Indonesia terutama karena pengaruh budaya
barat yang masuk ke Indonesia. |
Kemajuan informasi pada era globalisasi ini dikhawatirkan akan terjadi
pergeseran nilai-nilai moral bangsa Indonesia terutama pengaruh budaya barat
yang masuk ke negara Indonesia yang dimungkinkan tidak sesuai dengan
nilai-nilai budaya dan moral bangsa Indonesia. |
Kalimat pada contoh 1 secara jelas mampu menunjukkan hubungan sebab-akibat, tetapi tidak terungkap jelas seperti pada contoh 2
2. Lugas
Paparan bahasa yang lugas akan menghindarkan dari kesalahpahaman dan
kesalahtafsiran isi kalimat. Penulisan yang bernada sastra perlu dihindari.
Contoh:
Tidak Lugas |
Lugas |
Mahasiswa sering mendapatkan tugas yang tidak
dapat dikatakan ringan sehingga kemampuan berfikirnya menjadi berada di
awang-awang. |
Mahasiswa sering mendapatkan tugas yang berat
sehingga kemampuan berfikirnya menjadi menurun. |
3. Jelas
Gagasan akan mudah dipahami apabila (1) dituangkan dalam bahasa yang
jelas dan (2) hubungan antara gagasan yang satu dengan yang lain juga jelas.
Kalimat yang tidak jelas, umumnya akan muncul pada kalimat yang panjang.
4. Formal
Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ilmiah bersifat formal dengan
menggunakan kosakata baku yang sesuai dengan EYD (Ejaan yang Disempurnakan) dan
PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Contoh:
Kata Formal |
Kata Nonformal |
1. Wanita 2. Daripada 3. Hanya 4. Membuat 5. Dipikirkan 6. Bagaimana 7. Matahari |
1. Cewek 2. Ketimbang 3. Cuman 4. Bikin 5. Dipikirin 6. Gimana 7. Mentari |
5. Objektif
Sifat objektif tidak cukup dengan hanya menempatkan gagasan sebagai
pangkal tolak, tetapi juga diwujudkan dalam penggunaan kata. Kata yang
menunjukkan sikap ekstrem dapat memberi kesan subjektif dan emosional. Kata
seperti harus, wajib, tidak mungkin tidak, pasti, selalu perlu dihindari.
Contoh:
Kalimat subjektif |
Kalimat objektif |
1. Daun tanaman kedelai yang mengalami khlorosis kiranya disebabkan
oleh kekurangan unsur nitrogen. 2. Mahasiswa baru wajib mengikuti program pengenalan Program studi
di fakultasnya masing-masing. |
1. Daun tanaman kedelai yang mengalami khlorosis disebabkan oleh
kekurangan unsur nitrogen. 2. Mahasiswa-baru mengikuti program pengenalan program studi di
fakultasnya masing-masing. |
6. Konsisten
Unsur bahasa, tanda baca, dan istilah, sekali digunakan sesuai dengan
kaidah maka untuk selanjutnya digunakan secara konsisten.
7. Bertolak dari gagasan
Bahasa ilmiah digunakan dengan orientasi gagasan. Pilihan kalimat yang
lebih cocok adalah kalimat pasif, sehingga kalimat aktif dengan penulis sebagai
pelaku perlu dihindari, orientasi pelaku yang bukan penulis yang tidak
berorientasi pada gagasan juga perlu dihindari. Contoh:
Kalimat Aktif |
Kalimat Pasif |
1. Penulis menyimpulkan bahwa hifa cendawan pembentuk mikoriza yang
berasosiasi dengan akar tanaman mampu membantu tanaman untuk menyerap unsur
hara fosfor dan nitrogen. 2. Para dosen mengetahui dengan baik bahwa kurikulum sangat penting dalam
meningkatkan mutu pendidikan di perguruan tinggi. |
1. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hifa cendawan pembentuk mikoriza
yang berasosiasi dengan akar tanaman mampu membantu tanaman untuk menyerap
unsur hara fosfor dan nitrogen. 2. Kurikulum sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan di
perguruan tinggi. |
8. Ringkas dan padat
Ciri padat merujuk pada kandungan gagasan yang diungkapkan dengan
unsur-unsur bahasa. Karena itu, jika gagasan yang terungkap sudah memadai
dengan unsur bahasa yang terbatas tanpa pemborosan, ciri kepadatan sudah
terpenuhi. Keringkasan dan kepadatan penggunaan bahasa tulis ilmiah juga
ditandai dengan tidak adanya kalimat atau paragraf yang berlebihan dalam
tulisan ilmiah. Contoh:
Tidak Ringkas dan Padat |
Ringkas dan Padat |
Tri dharma perguruan tinggi sebagaimana yang tersebut pada
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Tinggi menjadi
ukuran kinerja dan prosedur standar setiap sivitas akademika. |
Tri dharma perguruan tinggi menjadi ukuran kinerja setiap sivitas
akademika. |
Pilihan Kata (Diksi) dan Kalimat
Penulisan karya tulis ilmiah menggunakan pesan-pesan tersurat, bukan
tersirat. Oleh karenanya, Bahasa yang digunakan harus konkrit,
tersurat/eksplisit, dan jelas dalam mendeskripsikan isi. Karya tulis ilmiah
dikatakan bagus jika mampu mendefinisikan rincian observasi atau penelitian
yang telah dilakukan.
Karya tulis ilmiah mempunyai format yang universal sehingga tidak
terdapat penyimpangan isi tentang topik yang dibahas. Ekspresi tulisan dalam
karya tulis ilmiah ini harus terumus dengan baik dan mudah dimengerti. Ketika
Menyusun karya tulis ilmiah sebaiknya buat agar pesan yang disampaikan akurat
dan pemaca tidak terjebak pada Bahasa yang digunakan. Agar dapat menyampaikan
pesan dengan akurat maka harus melatih diri untuk tidak memasukkan kata-kata
yang emosi atau pendapat pribadi dan bias dalam tulisan. Penulis harus
melakukan penyederhanaan ekspresi berbahasa, misalnya mengganti frase-frase
yang Panjang menjadi pendek dan langsung menuju sasaran seperti conton berikut:
Frase |
Pengganti |
a.
Sejumlah besar b.
Teramat sangat penting c.
Besarnya lebih dari |
a.
Banyak b.
Sangat penting c.
… kali lipat |
Selain penggunaan kata, kalimat
yang dipakai pun harus efektif dan mampu menyampaikan pesan secara langsung,
adapun contohnya sebagai berikut:
Kalimat Tidak Efektif |
Kalimat Efektif |
a. Maka oleh karenanya tidak diharapkan bahwa …. b. Guru seharusnya mempunyai peran sebagai …. c. Membahayakan bagi penderita d. Membicarakan tentang keuntungan penjualan e. Mengharapkan akan bantuan f. Para karyawan saling bantu-membantu g. Keharusan daripada dilakukannya Tindakan
pencegahan |
a. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa …. b. Guru seharusnya berperan sebagai …. c. Membahayakan penderita d. Membicarakan keuntungan penjualan e. Mengharapkan bantuan f. Para karyawan saling membantu g. Keharusan melakukan pencegahan |
Gunakan Angka
Angka mempunyai properti yang cocok untuk penulisan ilmiah karena tepat, objektif, tidak ambigu, dan tanpa emosi. Angka dapat digunakan untuk mendeskripsikan banyak hal di dunia nyata, misalnya luas, jarak, dan ukuran. Oleh karena kata sifat dalam bentuk angka merupakan alat deskripsi yang ideal dalam bidang iptek, maka kita dapat menjelaskan kata sifat yang dipakai dengan menggunakan angka. Sebagai contoh, ‘tinggi’ dapat dideskripsikan dengan ‘lebih dari 2 meter’ atau mungkin ‘berat’ dideskripsikan dengan ‘kurang dari 100 kg’, dan sebagainya. Bahkan untuk kata yang sifatnya sangat subjektif, misalnya ‘pandai’ dapat diterangkan dengan skala nilai 0 sampai 10.
Gunakan kata-kata objektif
Tentu saja angka tidak
dapat ditulis secara tersendiri. Ketika kata-kata yang dapat mendeskripsikan
bahwa suatu hal dapat dihitung, maka kita harus mencari pilihan kata yang
paling objektif menggambarkan hal tersebut. Kebiasaan menulis dapat membantu
untuk menghilangkan istilah-istilah yang sifatnya relatif atau subjektif.
Kebiasaan tersebut misalnya dengan cara tidak menggunakan:
a. Ekspresi yang batasannya tidak jelas, seperti
beberapa, jangka panjang, sungguh, jangka pendek, sesuatu, semacam, sangat, dan
sebagainya.
b. Kata-kata yang mengekspresikan pendapat pribadi,
seperti tentunya, elok, pastilah, mengecewakan, semoga, sayangnya, dan
sebagainya.
c. Kata-kata yang pada hakikatnya hanya merupakan ‘filler’ atau sisipan, seperti baiklah, pada dasarnya, ternyata, dan sebagainya.
Paragraf sebagai unit eksposisi (paparan)
Setiap paragraph memuat satu topik
Dalam karya tulis
ilmiah, tiap-tiap paragraf harus mengandung gagasan utama dan setiap jeda antar
paragraf dapat diumpamakan sebagai waktu bagi pikiran untuk menghela nafas.,
seperti gambaran berikut:
Gagasan 1 – Jeda -
Gagasan 2 - Jeda, dan seterusnya.
Sebagian besar pembaca menyerap gagasan teks dalam porsi yang kecil dan paragraf ilmiah harus tercakup dalam porsi yang kecil tersebut. Kita dapat memperkirakan daya serap suatu paragraf dengan melihat jumlah kalimatnya. Jumlah ideal kalimat dalam sebuah paragraf adalah 4 sampai 5 kalimat. Oleh karena itu, kita harus menyederhanakan paragraf agar pembaca dapat bernafas dan mengistirahatkan pikiran sejenak.
Struktur Paragraf
a.
Kalimat Utama
Paragraf dalam tulisan
ilmiah dimulai dengan menyatakan gagasan utama. Maka, kalimat utama
memberitahukan pembaca tentang fokus sebuah paragraf. Kalimat utama dapat
berada di awal paragraf (deduktif) dan di akhir paragraf (induktif).
b.
Kalimat Penjelas
Kalimat lainnya adalah
kalimat penjelas, yakni kalimat yang menjelaskan gagasan utama. Anda dapat
menyusun kalimat-kalimat tersebut untuk:
1. Memberikan contoh-contoh poin penting,
2. Menjelaskan contoh-contoh tersebut,
3. Mengingatkan pembaca bahwa poin penting tersebut
merupakan bagian dari pokok bahasan yang lebih luas,
4. Menyoroti implikasi poin-poin utama,
Koherensi
Ilmuwan harus bisa membaca paragraf yang kita tulis tanpa jeda, maka tulisan dalam paragraf tersebut harus mempunyai alur. Agar tulisan kita tetap mengalir, setiap kalimat harus terangkai dengan kalimat selanjutnya. Hal ini dapat kita ciptakan misalnya dengan menempatkan subjek atau objek kalimat sebelumnya menjadi subjek atau objek pada kalimat selanjutnya. Kepaduan dan kesatuan antarkalimat dalam paragraf ini dikenal dengan istilah koherensi. Isi kalimat penjelas harus senantiasa menjelaskan kalimat utama.
Kohesi
Dengan konsep yang sama pada kohesi antar kalimat, kita dapat menciptakan kesatuan dan keutuhan antarparagraf atau lebih dikenal dengan kohesi antarparagraf. Hal ini ditujukan agar alur antarparagraf tetap padu. Kohesi antarparagraf ini biasa dicptakan dengan menggunakan kata penghubung yang seakan-akan menjadi jembatan penghubung.
Penulisan di sebagai kata depan dan awalan
Penulisan di sebagai kata depan
Di yang berfungsi
sebagai kata depan harus dituliskan terpisah dari kata yang mengiringinya.
Biasanya di sebagai kata depan ini berfungsi menyatakan arah atau tempat dan merupakan
jawaban atas pernyataan dimana.
Contoh penggunaan
di kata depan:
di samping
di rumah
di persimpangan
di sebelah utara
di pasar
Penulisan di sebagai awalan
Di- yang berfungsi
sebagai awalan membentuk kata kerja pasif dan harus dituliskan serangkai dengan
kata yang mengikutinya. Pada umumnya, kata kerja pasif yang berawalan di-dapat
diubah menjadi kata kerja aktif yang berawalan meng-(meN-).
Misalnya:
Diubah berlawanan dengan
mengubah
Dipahami berlawanan
dengan memahami
Dilihat berlawanan
dengan melihat
Dimeriahkan berlawanan
dengan memeriahkan.
Diperlihatkan berlawanan dengan memperlihatkan.
Penulisan ke sebagai kata depan dan awalan
Penulisan ke sebagai kata depan
Ke yang berfungsi
sebagai kata depan, biasanya menyatakan arah atau tujuan dan merupakan jawaban
atas pertanyaan ke mana.
Misalnya:
Ke belakang
ke kecamatan
ke lokasi penelitian
ke atas
ke sini dsb.
Sebagai patokan kita, ke
yang dituliskan terpisah dari kata yang mengiringinya jika kata-kata itu dapat
dideretkan dengan kata-kata yang didahului kata di dan dari.
Misalnya :
Ke sana Ke kalan raya Ke kecamatan Ke berbagai |
Di sana Di jalan raya Di kecamatan Di berbagai |
Dari sana Dari jalan raya Dari kecamatan Dari berbagai dsb. |
Penulisan ke sebagai awalan
Ke- yang tidak
menunjukkan arah atau tujuan harus dituliskan serangkaian dengan kata yang
mengiringinya karena ke-seperti itu tergolong imbuhan.
Misalnya:
Kelima kepagian
Kehadiran ketrampilan
Kekasih kepanasan
Kehendak kedinginan
Ketua kehujanan
Catatan:
Ke pada kata kemari,
walaupun menunjukkan arah, harus dituliskan serangkaian karena tidak dapat
dideretkan dengan di mari dan dari mari. Selain itu, penulisan ke pada kata
keluar harus dituliskan serangkai jika berlawanan dengan kata masuk. Misalnya
: saya ke luar dari organisasi itu. Akan tetapi, jika ke luar itu
berlawanan dengan ke dalam, ke harus dituliskan terpisah.
Misalnya, Pandangannya diarahkan ke luar ruangan.
Penulisan Partikel Pun
Pada dasarnya, partikel pun
yang mengikuti kata benda, kata kerja, kata sifat, kata bilangan harus
dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya karena pun di sana
merupakan kata yang lepas.
contoh:
Menangis pun di rumah pun
Seratus pun satu kali pun
Berlari pun tingginya pun
Negara pun apa pun
Sesuatu pun ke mana pun
Akan tetapi, kata-kata
yang mengandung pun berikut harus dituliskan serangkai karena sudah dianggap
padu benar. Jumlah kata seperti itu tidak banyak, hanya dua belas kata, yang
dapat dihapal di luar kepala, yaitu adapun, andaipun, bagaimanapun, biarpun,
kalaupun, ataupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, dan
walaupun.
Penulisan partikel Per
Partikel per yang
berarti "mulai" demi atau "tiap" dituliskan terpisah dari
kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Per meter per kilogram
Per orang per Oktober
Per orang per Januari
Per kapita per liter
Akan tetapi, per yang
menunjukkan pecahan atau imbuhan harus dituliskan serangkaian dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Lima perdelapan perempat
final
Empat pertiga satu
perdua
Dua pertujuh tujuh
persembilan
Penggunaan tanda hubung (-)
Tanda hubung digunakan
untuk merangkaikan kata ulang.
contoh:
dibesar-besarkan bolak-balik
berliku-liku meloncat-loncat
ramah-tamah kait-mengait
compang-camping tolong-menolong
Tanda hubung juga harus
digunakan antara huruf kecil dan huruf capital kata berimbuhan, baik awalan
maupun akhiran, dan antara unsur kata yang tidak dapat berdiri sendiri dan kata
yang mengikutinya yang diawali huruf capital.
Misalnya:
rahmat-Nya se-Jawa Barat
non-RRC di sisi-Nya
se-DKI Jakarta non-Palestina
KTP-Nya Sinar-X
Antara huruf dan angka
dalam suatu ungkapan juga harus digunakan tanda hubung. Misalnya:
ke-2 ke-50
uang 500-an 90-an
ke-100 tahun abad 20-an
Jika dalam tulisan terpaksa digunakan kata-kata asing yang belum diserap, kemudian kata itu diberi imbuhan bahasa Indonesia, penulisannya tidak langsung diserangkaikan, tetapi dirangkaikannya dengan tanda hubung. Dalam hubungan ini, kata asingnya perlu digarisbawahi (cetak miring).
Misalnya:
men-charter di-recall
di-charter di-calling
di-coach men-tackle
Penggunaan Spasi
Penggunaan spasi setelah tanda baca sering
tidak diindahkan. Menurut ketentuanyang berlaku, setelah tanda baca (titik,
koma, titik koma, titik dua, tanda satu, tanda Tanya) harus ada spasi, jarak
satu pukulan ketikan.
Rujukan
Tim Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kemendikbud. 2018. Modul Pelatihan Teknis Penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI). Depok: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai.
Wasmana. 2019. Modul Penulisan Karya Ilmiah. Siliwangi: Sekolah Tinggi dan Ilmu Kependidikan Siliwangi
0 Comments:
Post a Comment