Teori Perkembangan serta aplikasinya dalam Pendidikan
Istilah pertumbuhan
dan perkembangan dalam dunia psikologi dan pendidikan selalu mempunyai kaitan
yang sangat erat. Istilah ini sering digunakan secara bergantian namun sebenarnya
keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Sesuatu yang tumbuh adalah sesuatu
yang bersifat material dan kuantitatif, sedangkan berkembang adalah suatu yang
bersifat fungsional dan kualitatif. (Tadjab,1994:19).
sumber:www.tribunnewswiki.com
Pada diri seorang
anak gejala pertumbuhan dan perkembangan selalu menyatu dalam proses belajar.
Hal ini erat kaitannya dengan tingkat kemampuan, keinginan, serta kejenuhan anak
dalam kegiatan belajar dan tentunya akan berpengaruh pada hasil belajar itu
sendiri.
Pengertian Perkembangan
Masganti Sit (2012)
mengemukakan bahwa perkembangan adalah bertambah kemampuan atau skill dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola teratur dan dapat
diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Perkembangan menyangkut adanya
proses pematangan sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem organ
yang berkembang dengan menurut caranya, sehingga dapat memenuhi fungsinya.
Hartinah (2008)
menyatakan bahwa perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu
pada kualitas fungsi organ-organ jasmaniah dan bukan pada organ jasmani
tersebut sehingga penekanan arti perkembangan terletak pada penyempurnaan
fungsi psikologis yang termanifestasi pada kemampuan organ fisiologis. Proses
perkembangan akan berlangsung sepanjang kehidupan manusia, sedangkan proses
pertumbuhan seringkali akan berhenti jika seorang telah mencapai kematangan
fisik.
Berdasarkan dari
kedua pengertian perkembangan dari para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
perkembangan adalah proses penyempurnaan fungsi psikologis yang bersifat
kualitatif yang terus berkembang seiring bertambahnya usia seseorang.
Teori Perkembangan dalam Pendidikan
Teori Perkembangan Kerohanian Imam Al-Ghazali
Menurut Al-Ghazali,
pada diri manusia terkumpul sekaligus empat dimensi kejiwaan. Semuanya memiliki
berbagai aspek dengan fungsi dan daya masing-masing, baik yang bersifat lahiriah
dan dapat diamati maupun yang batiniah tak teramati. Adapun dimesni tersebut
yaitu: dimensi ragawi (al-jism), dimensi nabati (al-natiyyah), dimensi hewani
(al-hayawaniyyun), dan dimensi insani (al-insaniyyah).
Teori Perkembangan Maturitas Arnold L Gessel
Perkembangan
manusia bergerak maju melalui suatu urutan teratur. Sejarah biologis dan
evolusi spesies menentukan urutan tersebut. Tingkat kemajuan anak dalam
melangkah melalui urutan genotip anak menentukan individu, yaitu nenek
moyangnya mempengaruhi latar belakang keturunan anak. Seorang anak yang
berkembang dengan kecepatan lambat bila dibandingkan dengan anak lain tidak
dapat diubah dari arah yang sedang ditempuhnya, begitu juga dengan anak yang
berkembang lebih cepat tidak bisa diubah arahnya.
Teori Perkembangan Ekologi Urie Brofenbrenner
Teori ekologi
dikembangkan oleh Urie Bronfenbrenner (1917) yang fokus utamanya adalah pada
konteks sosial di mana anak tinggal dan orang-orang yang memengaruhi perkembangan
anak. lima sistem lingkungan teori ekologi Bronfenbrenner terdiri dari lima sistem
lingkungan yang merentang dari interaksi interpersonal sampai ke pengaruh
kultur yang
lebih luas. Lima
sistem tersebut antara lain:
a. Mikrosistem
adalah setting
dimana individu menghabiskan banyak waktu;
b. Mesosistem
adalah kaitan
antar-mikrosistem. Contoh adalah hubungan antara pengalaman dalam keluarga
dengan pengalaman di sekolah, dan antara keluarga dan teman sebaya;
c. Eksosistem
(exosystem)
terjadi ketika pengalaman di setting lain (dimana murid tidak berperan aktif)
memengaruhi pengalaman murid dan guru dalam konteks mereka sendiri;
d. Makrosistem
adalah kultur yang
lebih luas. Kultur adalah istilah luas yang mencakup peran etnis dan faktor
sosioekonomi dalam perkembangan anak;
e. Kronosistem
adalah kondisi
sosiihistoris dari perkembangan anak. Misalnya, murid-murid sekarang ini tumbuh
sebagai generasi yang tergolong pertama (Louv, 1990). anak-anak sekarang adalah
generasi pertama yang mendapatkan perhatian setiap hari, generasi pertama yang tumbuh
di lingkungan elektronik yang dipenuhi oleh komputer dan bentuk media baru,
generasi pertama yang tumbuh dalam revolusi seksual, dan generasi pertama yang
tumbuh di dalam kota yang semrawut dan tak terpusat, yang tidak lagi jelas
batas antara kota, pedesaan atau subkota.
Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Teori perkembangan
kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak
beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian disekitarnya.
Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek, seperti mainan,
perabot, dan makanan, serta objek-objek social seperti diri, orang tua dan
teman.
Berdasarkan para
ahli tersebut, menyebutkan berbagai macam terkait teori perkembangan dalam
proses perkembangan Pendidikan. Terdapat banyak pendapat ahli lainnya yang
dapat menjadi rujukan dalam teori perkembangan terhadap Pendidikan.
Perkembangan Kemampuan Anak
Jean Peaget seorang
pakar psikologi terkemuka mengklasifikasi urutan perkembangan kognitif anak ini
yakni sebagai berikut:
1. Fase Sensori Motor (umur 0 – 2 tahun)
Pada fase ini
pengalaman kognitif anak didasarkan pada perlakuan panca indra anak.
Perkembangan kognitif akan tampak bila anak memiliki banyak pengalaman
interaksi dengan lingkungan khusunya bersifat material/fisik. Beberapa tahapan
kemampuan yang dapat dideteksi adalah sebagai berikut: a. kemampuan mengenali,
b. kemampuan mengingat. Dalam fase ini disarankan pada orang tua untuk lebih
banyak memberi pengalaman tambahan pada anak, kemudian pengulangan pengalaman
dengan mengingatkan anak.
2. Fase Intuitif – Pra Operasional (2 – 7 tahun)
Pada fase ini
pengalaman kognitif anak didasarkan pada pengkayaan pengalaman baik interaksi
dengan lingkungan maupun pengulangan ingatan.
Beberapa kecakapan
baru yang penting adalah kemajuan yang sungguh pesat dalam pengumpulan kosa
kata. Anak umur 2 tahun memiliki 200 kosa kata, untuk umur lima tahun 2000 kata
begitu seterusnya.
Dalam fase ini
disarankan agar orang tua untuk lebih banyak berinteraksi dengan bahasa dan
kata kata yang semakin kaya, bercerita, bernyanyi dan lain sebagainya. Pada
bagian yang sama anak disamping memiliki kemampuan meniru juga telah mampu
mendayagunakan imajinasinya. Latihan berekspresi keindahan baik pada dunia seni
maupun apresiasi kehidupan sudah saatnya diberi kesempatan.
3. Fase Operasi – Kongkrit (umur 7 – 11 tahun)
Pada fase ini
pengalaman kognitif anak berangsur beralih dari dunia fantastif ke dunia nyata,
maka logis tidaknya satu keadaan telah menjadi pertimbangan tindakannya.
Pada saat inilah
maka kita disarankan untuk membimbing kreatifitas, mengembangkan keterampilan
dan mendorong keberanian yang positif pada anak.
4. Fase Operasi Formal (umur 11 – 16 tahun)
Dalam fase terakhir
ini pengalaman kognitif anak telah kaya dengan pengalaman baik itu yang
bersifat kongkrit maupun abstrak. Berfikir secara rasional semakin kentara dengan
memberanikan diri memilah mana yang logis mana yang imajinatif dan abstrak.
Perkembangan fase
ini bukan hanya dibimbing dan dikembangkan, tetapi harus lebih banyak mendapat
perhatian tentang kendali tindakan anak, karena fase ini lebih banyak mendapat
perhatian tentang kendali tindakan anak. Karena fase ini beriringan dengan fase
pubertas pada aspek emosional anak.
Kemahiran seorang
anak diiringi dengan seperangkat vitalitas kehidupan baik itu jasmaniah,
rohaniah, maupun eksistensi. Jasmaniah artinya seperangkat fisik yang mengalami
pertumbuhan, maka harus dipupuk diberi materi agar mampu bertahan hidup, sehat
maka pendidikan jasmaniah diawali dari konsep ini. Rohaniah adalah seperangkat psikis
yang mengalami perkembangan, maka harus dibina dan diberi bimbingan agar mampu
memiliki arti kehidupan. Eksistensi artinya seperangkat nilai yang mengalami
perobahan keberadaan, maka harus dikembangkan dan diarahkan agar anak mempunyai
satu nilai sosial dalam lingkungannya.
Keluarga modern
sadar anak-anak mereka tidak akan menikmati perkembangan akal sempurna, kecuali
jika mereka mendapatkan Pendidikan. Mereka harus mendapat kesempatan yang cukup
di rumah, keluarga, sekolah dan masyarakat pada umumnya untuk mengembangkan,
menumbuhkan, dan menggarap kesediaan bakat, minat, dan kecakapan intelektual
anak tersebut. Untuk itu aspek yang menjadi perhatian utama psikologi dalam pendidikan
adalah pewarisan atau pemindahan budaya, nilai, ilmu, dan keterampilan dari
generasi tua kepada generasi muda. (Hasan Langgulung,1988:390).
Menjadikan anak
cerdas, terampil, dan sopan santun memang merupakan tugas besar bagi pendidik,
orang tua, guru, dan masyarakat. Cita ideal kemampuan anak yang dilihat dari
sudut perkembangan ini tentulah seiring dengan tujuan pendidikan nasional, maka
setidaknya ada dua pernyataan yang harus dijawab, apa dan bagaimana jalan yang
harus dilakukan.
Pertama, adalah dengan
pengenalan makna cerdas, terampil, dan moralitas bagi lingkungan kehidupan
anak, yang menurut kurikulum harus selalu dititipkan pada tiap jenjang, tiap
jenis dan bahkan tiap institusi pendidikan.
Kedua, adalah dengan
memberikan pengalaman yakni; a) pengasahan otak agar dapat berfikir kritis dan
obyektif, b) pelatihan fisik agar dapat terampil dan cekatan dalam bertindak, serta,
c) penghayatan hati agar dapat menyadari arti dan keberadaan dirinya ditengan
tengah kehidupan.
Pendekatan
psikologi moderen tentu tidak memihak pada satu dari dua jalan di atas, dimana
mengupayakan satu konsepsi dengan pendayagunaan potensi anak bukan hanya
disadarkan pada aspek kemampuan pada anak. Akan tetapi juga kemampuan
pengelolaan yang kuat untuk membimbing dan membina potensi tadi.
Justru psikologi
kognitif lebih mengarahkan pada adanya keterpaduan yang mampu memberikan
jembatan antara perkembangan kogitif dengan usaha yang dilakukan lewat penciptaan
lingkungan yang telah dan terpadu. Artinya penciptaan lingkungan yang dapat
menyuburkan perkembangan kognitif anak harus dimulai dari lingkungan orang tua
kemudian guru. Orang tua lebih memberikan kesempatan kreatifitas anak, dan guru
memberikan bimbingan kemajuan fikiran anak sekaligus orang tua dan guru
memberikan pengendalian kognitif anak.
Rujukan
Hartinah. 2008. Perkembangan
Peserta Didik. Bandung: Refika Aditama.
Hasan Langgulung. 1988.
Asas Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husnah.
Masganti Sit. 2012.
Perkembangan Peserta Didik (Pertama; Muhammad Yunus Nasution, ed.).
Medan: Perdana Publishing.
Tadjab. 1994. Ilmu Jiwa Pendidikan. Surabaya: Karya
Abditama.
0 Comments:
Post a Comment