Permasalahan Pengawas Sekolah, Beberapa Problem Khusus yang Dihadapi Guru dan Guru sebagai Sipervisor
A. Permasalahan Pengawas Sekolah
1. Permasalahan Gairah Keilmuan Guru
Tujuan
utama pengawas adalah peningkatan kualitas guru. Namun, guru menempa diri
dengan berbagai kegiatan ilmiah tidak serta merta meningkat kualitasnya. Sebab
ada yang mengikutinya karena kewajiban organisasi, terkesan terpaksa, sekedar
mengikuti perintah, namun tidak mampu menyerap filosofi yang terkandung di
dalamnya. Sehingga selesai acara, selesai sudah semuanya, tidak ada efek yang
ditimbulkan.
Kurangnya
gairah keilmuan guru ini menjadi kendala utama pengembangan kualitas guru. Di
sinilah pekerjaan berat bagi pengawas karena bagaimana mengubah mental dan
kesadaran guru yang sudah terbentuk lama. Namun di sinilah tantangan bagi pengawas
sekolah. Keteladanan menjadi sumber inspirasi, motivasi, dan imajinasi yang
secara bertahap akan memancarkan aura keilmuan dalam membangkitkan semangat
intelektualisasi guru.
2. Pemimpin yang Kurang Berwibawa
Kewibawaan
sangat penting untuk menggerakkan perubahan. Kewibawaan seseorang mampu
menggerakkan orang lain secara alami dengan kekuatan spiritualnya. Kewibawaan
bisa muncul dengan kejujuran, konsistensi (Istiqamah) dalam menerapkan aturan,
tidak pandang bulu, dan selalu mempertanggungjawabkan sikap dan perbuatan yang
dilakukan.
3. Lemahnya Kreativitas
Pengawas
sekolah membutuhkan kreativitas tinggi untuk mencari solusi dari
permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekolah-sekolah atau di lapangan.
Pengawas harus jeli membaca masalah, menganalisis, mengurai faktor penyebab dan
hal-hal yang terkait dengannya, menyuguhkan secara menyeluruh problem atau
masalah yang dihadapi, dan langkah yang harus diambil sebagai solusi yang
efektif. Pengawas sekolah harus mempunyai data yang akurat dan obyektif karena
pengawas tidak sehari-hari mengikuti proses belajar dan mengajar di sekolah
binaannya.
Belum
banyak supervisor yang memiliki kreativitas tinggi dalam memecahkan masalah. Di
sinilah pentingnya supervisor meningkatkan kompetensi secara maksimal. Sehingga,
ia mampu mengembangkan gaya berfikir yang kreatif, kritis, inovatif, dan
produktif.
4. Mengedepankan Formalitas Mengabaikan Esensi
Masih
banyak pengawas yang melakukan pekerjaannya secara tidak serius, asal-asalan,
dan hanya mementingkan formalitas, ia hanya datang, melihat-melihat, mengisi
buku tamu, bertanya sebentar, meminta tanda tangan, kemudian pulang. Banyak
juga kepala sekolah yang hanya mempertahankan jabatan, tanpa melakukan
pemberdayaan dan pengembangan pribadi dan lembaga secara terprogram. Kesibukan
dijadikan alasan utama, padahal jabatan adalah amanah yang harus
dipertanggungjawabkan secara serius dan penuh pengabdian.
5. Kurangnya Fasilitas
Fasilitas
sekolah merupakan sarana vital bagi realisasi tujuan yang direncanakan. Dengan
adanya fasilitas sangat membantu guru dalam mempercepat pemahaman dan
melahirkan skill berharga bagi anak-anak didik. Dengan sarana dan prasaran bisa
dilakukan sewaktu-waktu secara kreatif dan penuh tanggung jawab. Guru bisa
berperan sebagai dinamisator, fasilitator, dan motivator dalam melatih anak
didik untuk mengeluarkan kemampuan terbaik secara terus menerus.
B. Problematika yang Dihadapi Guru
1. Masalah dalam Merumuskan Tujuan
Tujuan
pembelajaran bukan sekedar rumusan dengan kata-kata yang indah, tetapi harus
dapat menjawab masalah pokok terkait dengan konsep yang ideal yang menjadi
tujuan dan pandangan hidup masyarakat. Dalam proses belajar mengajar,
kadang-kadang guru tidak memiliki tujuan yang jelas.
Guru
mengajar hanya berdasarkan apa yang tertuang di dalam buku paket. Tujuan hanya
mencangkup salah satu domain saja, yakni aspek kognitif saja. Begitu juga banyak
guru yang belum bisa merumuskan tujuan pembelajaran, sehingga rumusan tujuan
terkesan bukan tujuan pembelajaran. Jika dihadapkan dengan guru-guru demikian,
maka jelas mereka memerlukan bantuan dengan supervisi.
2. Masalah dalam memilih metode mengajar
Metode
adalah alat komunikasi antara guru dan murid pada waktu belajar. Komunikasi itu
terjadi melalui penerapan pancaindra. Banyak metode yang dapat dipilih oleh
guru untuk digunakan sebagai alat komunikasi belajar mengajar, diantaranya
adalah ceramah, Tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, demonstrasi, kerja
kelompok pemecahan masalah, karya wisata, dan lain sebagainya. Untuk menerapkan
dan memilih metode-metode tersebut, guru berpegang pada keyakinan bahwa dengan metode
yang dipilih, tujuan belajar dapat tercapai secara maksimal.
Oleh
karena itu, guru dapat mengolaborasikan beberapa metode untuk diterapkan dalam
satu paket pembelajaran. Namun nyatanya yang terjadi masih banyak guru yang
mendominasi kegiatan belajar dengan metode ceramah. Padahal metode ceramah
hanya bisa efektif untuk digunakan sebagai metode belajar tidak lebih dari 15
menit. Oleh karena itu, perlu untuk mengombinasikan dengan metode metode yang
lain.
3. Masalah dalam menggunakan sumber belajar
Siswa
belajar dengan menggunakan sumber. Model belajar yang tradisional hanya
mengandalkan pada sumber yang bersalah dari guru. Ada banyak sumber yang dapat
dimanfaatkan untuk pengalaman belajar. Sumber-sumber itu ada yang sengaja
direncanakan, misalnya buku, jurnal peta, perpustakaan dan sebagainya, ada
sumber yang tidak direncanakan tetapi dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
pembelajaran (lingkungan, baik fisik maupun sosial) misalnya perkebunan, sawah,
sungai, masyarakat, petani, pedagang dan sebagainya
4. Masalah dalam membuat dan menggunakan alat peraga
Alat
peraga digunakan sebagai pembantu untuk memudahkan proses terjadinya pengalaman
belajar secara maksimal. Menurut bentuknya, alat peraga dapat berupa media dua
dimensi dan tiga dimensi. Guru dapat memilih dan menggunakan alat peraga
tersebut dengan cara membeli maupun dengan cara membuat sendiri alat peraga
yang sederhana.
5. Masalah dalam merencanakan program pengajaran
Setiap
guru harus membuat program pembelajaran. Program pembelajaran dapat disusun dan
direncanakan berdasarkan waktu pelajaran. Program pembelajaran hendaknya
dikembangkan berdasarkan kurikulum dan ditulis dengan sistem dan format
yang disepakati bersama oleh seluruh guru, sehingga memudahkan kepala sekolah
untuk melakukan pengecekan dan penilaian.
Masalah
dalam merencanakan dan melaksanakan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan
belajar siswa, guru harus melaksanakan evaluasi proses pembelajaran secara
kontinu. Untuk itu guru harus menyusun program dan alat yang tepat.
C. Guru Sebagai Supervisor
Supervisi
di dalam dunia pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu supervisi
umum dan supervisi pengajaran. Di samping kedua jenis supervisi tersebut kita
mengenal pula istilah supervise klinis, pengawasan melekat, dan pengawasan
fungsional.
1. Supervisi Umum dan Supervisi Pengajaran
Yang
dimaksud dengan supervisi umum di sini adalahsupervisi yang dilakukan terhadap
kegiatan-kegiatan atau pekerjaan yang secara tidak langsung berhubungan dengan
usaha perbaikan pengajaran seperti supervise terhadap kegiatan pengelolaan
bangunan dan perlengkapan sekolah atau kantor-kantor pendidikan, supervisi
terhadap kegiatan pengelolaan administrasi kantor, supervisi pengelolaan
keuangan sekolah atau kantor pendidikan, dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud
dengan supervisi pengajaran ialah kegiatan-kegiatan ke pengawasan yang
ditujukan untuk memperbaiki kondisi-kondisi baik personel maupun material yang
memungkinkan terciptanya situasi belajar mengajar yang lebih baik demi
tercapainya tujuan pendidikan.
2. Supervisi Klinis
Dikatakan
supervisi klinis karena prosedur pelaksanaannya lebih ditekankan kepada mencari
sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi di dalam proses belajar mengajar, dan
kemudian secara langsung pula diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan
atau kekurangan tersebut.
0 Comments:
Post a Comment