Konsep dan Teknik Supervisi Manajerial

Konsep dan Teknik Supervisi Manajerial

Konsep supervisi manajerial

Secara spesifik supervisi yang ditujukan bagi peningkatan mutu sekolah dari segi pengelolaan disebut dengan supervisi manajerial. Hal ini tentu tidak kalah penting dibandingkan dengan supervisi akademik yang sasarannya adalah guru dan pembelajaran. Tanpa pengelolaan sekolah yang baik, tentu tidak akan tercipta iklim yang memungkinkan guru bekerja dengan baik.

 

Supervisi manajerial adalah usaha pemberian bantuan yang diberikan oleh supervisor kepada pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka pembinaan, penilaian dan bimbingan mulai dari rencana program, proses, sampai dengan evaluasi, hasil dan laporan kegiatan. Bimbingan dan bantuan yang dimaksud diberikan kepada kepala sekolah dan seluruh staf sekolah dalam pengelolaan sekolah. Supervisi manajerial menitikberatkan pada pengamatan pada aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.

 

Pengawas sekolah atau madrasah dalam melaksanakan tugas dan fungsi supervisi manajerialnya berperan sebagai:

1. Sebagai kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah atau madrasah,

2. Sebagai asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi sekolah atau madrasah,

3. Sebagai pusat informasi pengembangan mutu sekolah, dan

4. Sebagai evaluator terhadap pemaknaan hasil pengawasan.


Dalam melakukan supervisi, pengawas sekaligus juga dituntut melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan standar nasional pendidikan yang meliputi delapan komponen, yaitu:

1. Standar isi

2. Standar kompetensi lulusan

3. Standar proses

4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan

5. Standar sarana dan prasarana

6. Standar pengelolaan

7. Standar pembiayaan

8. Standar penilaian.

 

Tujuan supervisi terhadap kedelapan aspek tersebut adalah agar sekolah terakreditasi dengan baik dan dapat memenuhi standar nasional pendidikan. Salah satu focus penting lainnya dalam supervisi manajerial oleh pengawas terhadap madrasah, adalah berkaitan pengelolaan atau manajemen madrasah.

 

Sesuai dengan pedoman pelaksanaan pengawas sekolah (Depdiknas, 2010:17) dijelaskan bahwa ruang lingkup supervisi manajerial sebagai berikut:

1. Pemantauan, meliputi pemantuan pelaksanaan standar nasional pendidikan di sekolah dan memanfaatkan hasilnya untuk membantu kepala sekolah mempersiapkan akreditasi sekolah, dan

2. Penilaian, yaitu penilaian kinerja kepala sekolah tentang pengelolaan sekolah sesuai dengan standar nasional.

3. Pembinaan, yaitu pembinaan kepala sekolah atau madrasah yang bertujuan untuk peningkatan pemahaman dan pengimplementasian kompetensi yang dimiliki oleh kepala sekolah/madrasah dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan.

 

Hasil pemantauan dan penilaian oleh pengawas harus dijadikan dasar untuk peningkatan kompetensi dan profesionalisme kepala madrasah dan ditindaklanjuti dengan melakukan pembinaan baik berupa pembimbingan atau pelatihan kepala madrasah.

Sasaran supervisi manajerial

Supervisi manajerial menitikberatkan pengamatan supervisor pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksanakannya pembelajaran. Sasaran supervisi manajerial adalah pembantu sekolah dan tenaga kependidikan dibidang administrasi yang meliputi:

1. Administrasi kurikulum.

2. Administrasi keuangan.

3. Administrasi sarana prasarana.

4. Administrasi tenaga kependidikan.

5. Administrasi kesiswaan.

6. Administrasi hubungan dan masyarakat.

7. Administrasi persuratan dan pengarsipan

Teknik supervisi manajerial

Beberapa teknik supervisi manajerial antara lain:

1. Workshop atau lokakarya

Pengawas mengadakan lokakarya supervisi manajerial untuk meningkatkan keterampilan manajerial kepala sekolah. Metode ini tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah.

Penyelenggaraan workshop ini tentu disesuaikan dengan tujuan atau urgensi nya, dan dapat diselenggarakan bersama dengan Kelompok Kerja Kepala Sekolah, Kelompok Kerja Pengawas Sekolah atau organisasi sejenis lainnya. Sebagai contoh, pengawas dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang pengembangan Kurikulum Merdeka, sistem administrasi, peran serta masyarakat, sistem penilaian dan sebagainya.

2. Diskusi kelompok

Pengawas mengadakan diskusi dengan kelompok kerja kepala sekolah tentang perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, permasalahan manajerial, dan pemecahan masalahnya dengan menyiapkan instrumen ke pengawasan sekolah.

Tujuannya adalah untuk menyatukan pandangan stakeholders mengenai realitas kondisi (kekuatan dan kelemahan) sekolah, serta menentukan langkah-langkah strategis maupun operasional yang akan diambil untuk memajukan sekolah. Peran pengawas dalam hal ini adalah sebagai fasilitator sekaligus menjadi

3. Percakapan individual

Pengawas berkunjung ke satu sekolah tertentu untuk mengadakan wawancara dengan kepala sekolah tentang perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, permasalahan manajerial, dan pemecahan masalahnya dengan menyiapkan instrumen ke pengawasan sekolah.

Selama konsultasi pengawas diharapkan dapat berperan sebagai konsultan yang edukatif atau nara sumber yang berpikiran terbuka serta menjadi pendengar yang baik

4. Demonstrasi manajerial

Pengawas memberikan contoh cara melaksanakan manajemen yang efektif dan efisien di sekolah. Atau pada setiap wilayah biasanya terdapat kepala sekolah yang menonjol dalam keterampilan manajerial. Kepala sekolah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai kepala sekolah model, yang dapat diundang ke sekolah lain untuk demonstrasi manajerial.

5. Kunjungan antar sekolah

Pengawas mengajak kepala sekolah untuk saling mempelajari keterampilan manajerial antar kepala sekolah. Pengawas dapat memanfaatkan kelebihan keterampilan manajerial di suatu sekolah tertentu untuk kepentingan pembinaan di sekolah lain. Kunjungan antar sekolah akan lebih efektif apabila disertai diskusi antar kepala sekolah yang berkunjung dengan kepala sekolah yang dikunjungi tentang berbagai hal dalam rangka perbaikan manajerial sekolah.

6. Buletin supervisi

Pengawas mengajak kepala sekolah untuk menerbitkan buletin secara berkala, menulis artikel di dalamnya dengan tema peningkatan kemampuan manajerial kepala sekolah. Kepala sekolah dimotivasi untuk mengkaji artikel di dalamnya. Karya tulis ini tidak selalu dihasilkan oleh seorang ahli, akan tetapi dapat juga berupa pengalaman kepala sekolah atau para pembina mengenai keberhasilan yang dicapainya di sekolah masing-masing

7. Perpustakaan jabatan

    Pengawas mengajak kepala sekolah untuk mengadakan sumber belajar (bahan pustaka) bagi kepala sekolah dengan tema peningkatan kemampuan manajerial kepala sekolah. Selanjutnya kepala sekolah dimotivasi untuk mengkaji bahan bacaan tersebut.

Perbedaan dan tumpeng tindih perbedaan wilayah guru dan guru BK di sekolah

Perbedaan dan tumpeng tindih perbedaan wilayah guru dan guru BK di sekolah

A. Perbedaan dan tumpeng tindih perbedaan wilayah guru dan guru BK di sekolah

Guru mata pelajaran dan guru bimbingan dan konseling (Guru BK) memiliki peran yang berbeda namun juga memiliki tumpang tindih dalam membimbing dan memberikan konseling kepada siswa, terutama dalam konteks diagnosis kesulitan belajar di sekolah. Berikut ini perbedaan dan tumpang tindih antara guru mata pelajaran dan guru BK serta mekanisme kerja dan kolaborasi dalam bimbingan dan konseling terkait dengan diagnosis kesulitan belajar.

Perbedaan Guru dan Guru BK:

Dimensi

Guru

Guru BK

Peran & Fungsi

Bertanggung jawab untuk mengajar, membimbing, dan menilai proses belajar siswa dalam mata pelajaran tertentu

Bertanggung jawab untuk memberikan bimbingan, konseling, dan pelayanan kepada siswa dalam menghadapi masalah pribadi, sosial, akademik, dan karir

Tugas

- Mengajar dan membimbing siswa dalam mata pelajaran

- Menyusun rencana pembelajaran

- Menilai hasil belajar siswa

- Mengembangkan kurikulum

- Memberikan bimbingan dan konseling individu atau kelompok

- Mengidentifikasi dan menangani masalah siswa

- Mengembangkan program BK

- Berkoordinasi dengan guru dan orang tua

Kualifikasi

- Sarjana (S1) dalam bidang pendidikan/bidang studi terkait

- Sertifikat Pendidik

- Sarjana (S1) dalam bidang bimbingan dan konseling atau Psikologi

- Sertifikat Konselor

- Pelatihan khusus BK

Fokus

Fokus pada pengembangan akademik dan kemampuan siswa

Fokus pada pengembangan pribadi dan penyelesaian masalah siswa

Lingkup Kerja

Lingkup kerja terbatas pada kelas atau mata pelajaran

Lingkup kerja lebih luas, mencakup seluruh sekolah dan komunitas

Hubungan dengan Siswa

Hubungan lebih formal, fokus pada proses belajar

Hubungan lebih personal, fokus pada pengembangan pribadi dan penyelesaian masalah

Tumpang Tindih Guru dan Guru BK:

Tumpang tindih guru dan guru BK adalah suatu kondisi dimana dua atau lebih pihak dalam hal ini, guru dan guru BK melakukan tugas atau aktivitas yang sama, sehingga menyebabkan duplikasi tugas, keterlibatan berlebihan, penggunaan sumber daya yang tidak efektif, konflik peran, dan kurangnya spesialsasi

Contoh tumpang tindih guru dan guru BK antara lain:

1. Guru memberikan bimbingan karir yang seharusnya diberikan oleh guru BK

2. Guru BK menagngani masalah akademik yang seharusnya ditangani oleh guru

3. Duplikasi aktivitas pengawasan prilaku siswa

4. Duplikasi tes diagnostik: guru dan guru BK melakukan tes diagnostik  yang sama untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa

5. Pengulangan wawancara: guru dan guru BK melakukan wawancara dengan siswa  yang sama untuk mengumpulkan informasi tentang kesulitan belajar

6. Pembuatan rencana intervensi yang sama: guru dan guru BK mebuat rencana intevensi yang sama untuk membantu siswa mengatasi kesulitan belajar

7. Kerja ganda dalam pengawasan

Dampak Tumpang Tindih

1.     Duplikasi upaya

2.     Kurangnya efektivitas

3.     Kesalahpahaman

4.     Keterlambatan

5.     Penggunaan sumber daya yang tidak efektif

Solusi Mengatasi Tumpang Tindih

1.     Komunikasi yang efektif

2.     Pemahaman peran dan fungsi

3.     Kerjasama tim

4.     Pembagian tugas

5.     Pengembangan program BK

6.     Supervisi

B. Fenomena Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Fenomena pelayanan bimbingan dan konseling merupakan suatu peristiwa yang terjadi dalam praktek pelayanan bimbingan dan konseling. Berikut fenomena pelayanan bimbingan dan konseling:

Fenomena Positif:

1. Meningkatkan kesadaran diri siswa akan pentingnya bimbingan dan konseling

2. Pengembangan kemampuan sosial dan emosi siswa

3. Meningkatkan prestasi akademik siswa

4. Pengurangan masalah disiplin dan kenakalan remaja.

5. Meningkatkan kerjasama antara, guru, orang tua, dan siswa

Fenomena Negatif:

1. Kurangnya kesadaran diri siswa tentang pentingnya bimbingan dan konsleing

2. Keterbatasan sumber daya dan fasilitas BK

3. Kurangnya kemampuan guru BK dalam menangani kasus-kasus tertentu

4. Stigma negatif terhadap pelayanan BK

5. Kurangnya dukungan dari orang tua dan masyarakat

Mekanisme kerja dan kolaborasi dalam bimbingan dan konseling terkait Diagnosa Kesulitan Belajar

Mekanisme kerja dan kolaborasi dalam bimbingan dan konseling terkait Diagnosa Kesulitan Belajar

A. Kolaborasi dalam bimbingan dan konseling

Pengertian Kolaborasi

Kolaborasi adalah kegiatan fundamental layanan BK dimana Konselor atau guru bimbingan dan konseling bekerja sama dengan berbagai pihak atas dasar prinsip kesetaraan, saling pengertian, saling menghargai dan saling mendukung. Semua upaya kolaborasi diarahkan pada suatu kepentingan bersama, yaitu bagaimana agar setiap peserta didik/konseli mencapai perkembangan yang optimal dalam aspek perkembangan pribadi, sosial, belajar dan karirnya. Kolaborasi dilakukan antara konselor atau guru bimbingan dan konseling dengan guru mata pelajaran, wali kelas, orang tua, atau pihak lain yang relevan untuk membangun pemahaman dan atau Upaya bersama dalam membantu memecahkan masalah dan mengembangkan potensi peserta didik/konseli.

Tujuan

a. Menjalin hubungan baik dengan pihak lain yang dilibatkan dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling

b. Memperoleh sumbangan pemikiran, gagasan dan tenaga yang diperlukan dalam melaksanakan program bimbingan dan konseling.

Langkah-langkah pelaksanaan

a. Perencanaan; menetapkan topik yang akan dibahas, meminta kepala sekolah untuk mengundang pihak lain dan menyiapkan anggaran, melakukan komunikasi dengan pihak lain yang terkait, menetapkan waktu dan tempat pelaksanaan.

b. Pelaksanaan; kolaborasi dilaksanan dengan

1) Orang tua berupa dukungan untuk mensukseskan belajar peserta didik/konseli.

2) Guru mata pelajaran berupa kegiatan diagnostik kesulitan belajar, diskusi tentang suasana belajar yang kondusif.

3) Ahli lain, berupa kegiatan layanan yang sesuai dengan keahlian dan bidang pekerjaannya.

4) Lembaga lain, berupa peningkatan mutu layanan bimbingan dalam bentuk naskah Kerjasama.

c. Evaluasi; kegiatan evaluasi dilakukan terhadap proses dan hasil kolaborasi.

d. Pelaporan; membuat laporan kegiatan dan mengarsipkan laporan.

e.  Tindak lanjut; melakukan kegiatan berdasarkan hasil evaluasi.

B. Mekanisme kerja dan kolaborasi dalam bimbingan dan konseling terkait Diagnosa Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar terdiri dari berbagai macam, seperti kesulitan dalam berhitung, berbahasa, atau memahami materi pelajaran. Kesulitan belajar ini disebabkan oleh berbagai hal yang berasal dari dalam diri dan luar diri siswa. Adapun fakta fenomena saat ini merujuk dari beberapa hasil penelitian sebagai berikut, penelitian yang dilakukan oleh Cahyono (2019), faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor internal misalnya kurangnya minat siswa dalam belajar, kemampuan akademik siswa yang lemah, atau terganggunya kesehatan siswa. Faktor eksternal diantaranya kurangnya motivasi dari guru, kurangnya minat siswa sedangkan guru masih bingung menjalankan kurikulum yang berjalan, kurangnya buku-buku bacaan pendukung.

 

Guru memiliki tanggung jawab membantu siswa belajar sampai tuntas dan berhasil. Siswa yang belum mampu menguasai materi pelajaran perlu mendapatkan perhatian dan bantuan khusus. Untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar, guru BK dan guru mata pelajaran dapat berkolaborasi dalam pelaksanaan diagnosis kesulitan belajar. Kolaborasi yang dilakukan guru Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu kompetensi sosial bagi guru Bimbingan dan Konseling yaitu mengimplementasikan organisasi intern meliputi: (1) memahami dasar, tujuan, organisasi dan peran personel sekolah, (2) mengkomunikasikan dasar, tujuan, dan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling kepada personil sekolah, dan (3) bekerja sama dengan personel sekolah (Novi, dkk, 2020).

 

Sugiyanto (2007) menjelaskan untuk menemukan siswa yang memiliki kendala dalam belajar, guru Bimbingan dan Konseling bisa berkolaborasi dengan guru mata pelajaran dan personil sekolah lainnya untuk melakukan:

a. Tes diagnostik yang sudah berstandar;

b. Melakukan observasi yang berkesinambungan, baik di dalam lingkungan rumah maupun di luar rumah;

c. Wawancara dengan guru mata pelajaran, wali kelas, dengan orang tua atau dengan teman-teman siswa di sekolah

Ciri-ciri siswa yang mengalami kesulitan belajar

Menurut Sugiyanto (2007) ada ciri-ciri perilaku yang menunjukkan gejala kesulitan belajar, antara lain:

a. Hasil belajar di bawah rata-rata nilai yang dicapai kelompok belajarnya;

b. Ketidaksesuaian hasil belajar dengan usaha yang telah dilakukan;

c. Lambat dan membutuhkan waktu lama dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar;

d. Sikap-sikap yang kurang baik seperti acuh tak acuh, melawan, bahkan berbohong;

e. Suka bolos belajar, sering datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, mengasingkan diri, tersisihkan, tidak mau bekerja sama, dan sebagainya;

f. Suka menyendiri, mudah tersinggung, dan mudah marah;

Langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar

Kerjasama guru dan guru Bimbingan Konseling (BK) dalam diagnosi kesulitan belajar sangat penting untuk mengidentifikasi dan menangani kesulitan belajar siswa secara efektif. Berikut beberapa langkah kerjasama:

Sebelum Proses Diagnosis

1. Komunikasi awal: Guru dan guru BK berdiskusi tentang siswa yang mengalami kesulitan belajar.

2. Pengumpulan data: Guru mengumpulkan data tentang prestasi akademik, perilaku, dan latar belakang siswa.

3. Identifikasi gejala: Guru dan guru BK mengidentifikasi gejala kesulitan belajar, seperti kesulitan membaca, menulis, atau berhitung.

Proses Diagnosis

1. Observasi: Guru dan guru BK melakukan observasi langsung terhadap siswa di kelas atau lingkungan belajar.

2. Wawancara: Guru BK melakukan wawancara dengan siswa, orang tua, dan guru untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar.

3. Tes diagnostik: Guru BK melakukan tes diagnostik untuk mengidentifikasi kesulitan belajar spesifik.

4. Analisis data: Guru dan guru BK menganalisis data yang dikumpulkan untuk menentukan diagnosis kesulitan belajar.

Setelah Proses Diagnosis

1. Pembuatan rencana intervensi: Guru dan guru BK membuat rencana intervensi untuk membantu siswa mengatasi kesulitan belajar.

2. Pelaksanaan intervensi: Guru dan guru BK melaksanakan intervensi yang direncanakan.

3. Evaluasi: Guru dan guru BK melakukan evaluasi terhadap efektivitas intervensi.

4. Kolaborasi dengan orang tua: Guru dan guru BK berkolaborasi dengan orang tua untuk memantau kemajuan siswa.

Peran Guru dalam kolaborasi diagnosis kesulitan belajar

1. Mengidentifikasi siswa yang memerlukan bantuan.

2. Mengumpulkan data tentang prestasi akademik dan perilaku siswa.

3. Membantu pelaksanaan intervensi.

4. Memantau kemajuan siswa.

Peran Guru BK dalam kolaborasi diagnosis kesulitan belajar

1. Melakukan tes diagnostik dan wawancara.

2. Menganalisis data dan membuat diagnosis.

3. Membuat rencana intervensi.

4. Melaksanakan intervensi dan evaluasi.

Kebijakan Terkait dengan Standar Kepala Sekolah

Kebijakan terkait dengan standar kepala sekolah

A. Permendiknas No. 13 Tahun 2007

Standar Kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan melalui Permendiknas No. 13 Tahun 2007 yang ditetapkan pada tanggal 17 April 2007. Dalam Permendiknas ini disebutkan bahwa untuk diangkat sebagai kepala sekolah seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi dan kompetensi.

1. Kualifikasi

Standar kualifikasi meliputi kualifikasi umum dan khusus.

Kualifikasi umum kepala sekolah yaitu,

1.     Kualifikasi akademik (S1) atau (D-IV),

2.     Usia maksimal 56 tahun,

3.     Pengalaman mengajar minimal 5 tahun kecuali TK minimal 3 tahun, dan

4.     Pangkat serendah-rendahnya III/c atau yang setara.

Kualifikasi khusus kepala sekolah yaitu:

1.     Berstatus guru,

2.     Memilik sertifikat pendidik, dan

3.     Memiliki sertifikat kepala sekolah

2. Kompetensi

No

Dimensi Kompetensi

Kompetensi

1

Kepribadian

1.     Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.

2.     Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.

3.     Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.

4.     Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.

5.     Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/ madrasah.

6.     Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.

2

Manajerial

1.     Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan

2.     Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.

3.     Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/ madrasah secara optimal.

4.     Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.

5.     Menciptakan budaya dan iklim sekolah/ madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.

6.     Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.

7.     Mengelola sarana dan prasarana sekolah/ madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.

8.     Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/ madrasah.

9.     Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.

10. Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.

11. Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien.

12. Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/ madrasah.

13.  Mengelola unit layanan khusus sekolah/ madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.

14. Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.

15. Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.

16. Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/ madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.

3

Kewirausahaan

1.     Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.

2.     Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.

3.     Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah.

4.     Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.

5.     Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.

4

Supervisi

1.     Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.

2.     Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.

3.     Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.

5

Sosial

1.     Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah

2.     Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

3.     Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.

B. Permendiknas No. 40 Tahun 2021

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan peraturan terbaru mengenai kepala sekolah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 40 tahun 2021 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah. Dengan terbitnya Permen baru ini maka Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

Ada beberapa poin penting yang termuat dalam Permendikbud Ristek nomor 40 tahun 2021 ini, antara lain:

1. Kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas untuk memimpin pembelajaran dan mengelola satuan pendidikan yang meliputi taman kanak-kanak, taman kanak-kanak luar biasa, sekolah dasar, sekolah dasar luar biasa, sekolah menengah pertama, sekolah menengah pertama luar biasa, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, sekolah menengah atas luar biasa, atau sekolah Indonesia di Luar Negeri.

2.     Persyaratan Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah Guru yang diberikan penugasan sebagai Kepala Sekolah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.      Memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dari perguruan tinggi dan program studi yang ter akreditasi;

b.     Memiliki sertifikat pendidik;

c.      Memiliki Sertifikat Guru Penggerak;

d.     Memiliki pangkat paling rendah penata muda tingkat I, golongan ruang III/b bagi Guru yang berstatus sebagai PNS;

e.      Memiliki jenjang jabatan paling rendah Guru ahli pertama bagi Guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja;

f.       Memiliki hasil penilaian kinerja Guru dengan sebutan paling rendah Baik selama 2 (dua) tahun terakhir untuk setiap unsur penilaian;

g.     Memiliki pengalaman manajerial paling singkat 2 (dua) tahun di satuan pendidikan, organisasi pendidikan, dan/atau komunitas pendidikan; Sehat jasmani, rohani, dan bebas narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya berdasarkan surat keterangan dari rumah sakit pemerintah;

h.     Tidak pernah dikenai hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

i.       Tidak sedang menjadi tersangka, terdakwa, atau tidak pernah menjadi terpidana; dan

j.       Berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun pada saat diberi penugasan sebagai Kepala Sekolah.

3.     Mekanisme Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dilaksanakan melalui

a.      Pengangkatan calon Kepala Sekolah yang dilakukan oleh: pejabat pembina kepegawaian untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya; dan

b.     Pimpinan penyelenggara satuan Pendidikan yang diselenggarakan masyarakat.

4.     Jangka Waktu Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah

a.      Jangka waktu penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah termasuk di daerah khusus dilaksanakan paling banyak 4 (empat) periode dalam jangka waktu 16 (enam belas) tahun dengan setiap masa periode dilaksanakan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun.

b.     Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah pada satuan administrasi pangkal yang sama paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 2 (dua) masa periode dengan jangka waktu 8 (delapan) tahun.

c.      Dalam hal Guru yang akan ditugaskan sebagai Kepala Sekolah belum mencapai batas waktu 4 (empat) periode, dapat diberikan penugasan kembali sebagai Kepala Sekolah sampai batas waktu 4 (empat) periode dalam jangka waktu 16 (enam belas) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

d.     Penugasan kembali sebagai Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memperhitungkan jangka waktu penugasa sebagai Kepala Sekolah yang telah dilaksanakan.

5.     Beban kerja Kepala Sekolah untuk melaksanakan tugas pokok manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada Guru dan tenaga kependidikan. Beban kerja Kepala Sekolah bertujuan untuk:

a.   Mengembangkan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik;

b. wujudkan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan inklusif

c. Membangun budaya refleksi dalam pengembangan warga satuan pendidikan dan pengelolaan program satuan pendidikan; dan

d. Meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta didik.

6.     Pemberhentian Kepala Sekolah

Kepala Sekolah berhenti karena:

a. Meninggal dunia;

b.  Permintaan sendiri; atau

c. Diberhentikan.