Model-model Supervisi Pendidikan
Model-model Supervisi Pendidikan
Banyak model supervisi yang telah dikemukakan oleh berbagai
ahli pendidikan. Dalam mengklasifikasikan model tersebut antara satu ahli
dengan lainnya memiliki perbedaan, dengan kata lain para ahli pun memiliki pemahaman
yang berbeda tentang model-model supervisi tersebut,antara lain sebagai
berikut:
Menurut Nur Aedi tentang model-model supervisi terdiri
dari delapan macam, yaitu:
1.
Model
Konvensional
Model konvensional
merupakan model supervisi yang berada pada zaman feodalisme, yang mencerminkan
kekuasaan bersifat feodal dan otoriter. Model konvensional ini cara
menerapkannya seperti mencari dan menemukan kesalahan. Bahkan terkadang kegiatan
supervisi dilakukan terkesan memata-matai.
2.
Model
Pendekatan Sains
Menurut model
pendekatan sains ini pembelajaran dipandang sebagai suatu ilmu atau science.
Oleh sebab itu, maka perbaikan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan
metode-metode ilmiah. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru dilaksanakan berdasarkan
temuan penelitian atau teori yang secara empiris telah teruji kebenarannya.
Apabila telah banyak temuan penelitian baik berupa deskripsi, konsep, atau
teori yang telah teruji kebenarannya, maka selanjutnya tugas guru dan
supervisor adalah memanfaatkan hasil penelitian tersebut.
3.
Model
Supervisi Klinis
Model supervisi
klinis menggunakan pendekatan kolaboratif antara supervisor dengan guru untuk secara
konstruktif dan berkesinambungan meningkatkan pembelajaran. Dalam model ini
dijalin interaksi langsung antara guru dengan supervisor dalam upaya memahami secara
akurat aspek yang memerlukan perbaikan serta melakukan praktik untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
4.
Model
Supervisi Artistik
Model supervisi ini
berasumsi bahwa pendidikan bukanlah serba ilmiah yang dapat dipelajari secara terstruktur,
mekanistik, dan mengikuti prosedur tertentu. Pendidikan bukanlah perkara yang simpel
dan dapat diprediksi. Pendidikan merupakan sebuah proses yang sangat kompleks
dan sulit diprediksi. Model ini beranggapan bahwa pendidikan adalah seni. Model
supervisi artistik dalam melaksanakan kegiatan supervisinya menggunakan
persepsi dan pemahaman supervisor dalam mengapresiasi semua aspek yang terjadi
dikelas.
5.
Model
Gabungan Supervisi Saintifik, Klinis, dan Artistik
Pada model gabungan
ini, model saintifik digunakan oleh supervisor untuk mengidentifikasi hal-hal
yang seharusnya terjadi berdasarkan temuan empiris. Model artistik digunakan
untuk seni menafsirkan dan interpretasi atas apa yang terjadi di dalam kelas. Selanjutnya
model supervisi klinis dalam model ini digunakan untuk memperbaiki atau
menyelesaikan permasalahan pembelajaran.
6.
Model
Supervisi Pengembangan
Model ini memandang
guru sebagai individu yang berada pada berbagai tingkat pertumbuhan dan perkembangan
profesionalitas yang beragam. Model ini dibangun di atas premis bahwa
perkembangan manusia merupakan tujuan pendidikan. Model ini berdasarkan asumsi
bahwa supervisor bekerja dengan guru, mereka membutuhkan asistensi yang sesuai
dengan level konseptual yang dimiliki guru, dan mereka juga membutuhkan
keleluasaan untuk tertarik terhadap perbaikan dirinya.
7.
Model
Supervisi Terdiferensiasi
Model supervisi ini
didefinisikan sebagai pendekatan dalam supervisi yang memberikan pilihan bagi
guru mengenai jenis supervisi dan jenis layanan evaluasi yang diinginkan.
Supervisor bertindak hanya sebagai fasilitator, tetapi memberikan opsi
supervisi bagi guru dimana mereka bertanggung jawab atas proses supervisi
tersebut. Model ini mirip dengan model supervisi pengembangan, hanya saja pada
model ini supervisor memberikan alternatif-alternatif.
8.
Model
Collaborative Supervision
Supervisi kolaboratif
merupakan proses di mana orang dengan keahlian yang beragam bekerja sama
dalam status yang sama dan dengan komitmen yang sama untuk mencapai
tujuan bersama pula.
Analisis Model Supervisi Pendidikan
Dalam menerapkan beberapa model supervisi yang praktis
untuk digunakan, sebagai supervisor dalam menyupervisi pendidikan harus
mengetahui standar fungsi supervisi pendidikan. Menurut Piet A. Sahertian mengutip
pendapatnya Swearingan dalam bukunya Supervision of Instruction-Foundation
and Dimension mengemukakan delapan fungsi supervisi, yaitu:
1. Mengkoordinasi semua usaha sekolah,
2. Memperlengkapi kepemimpinan sekolah.
3. Memperluas pengalaman guru-guru
4. Menstimulasi usaha-usaha sekolah yang kreatif.
5. Memberikan fasilitas dan penilaian terus menerus
6. Menganalisis situasi belajar mengajar.
7. Memperlengkapi setiap anggota staf dengan pengetahuan
yang baru dan ketrampilan baru pula.
8. Memadukan dan menyelaraskan tujuan-tujuan pendidikan dan
membentuk kemampuan-kemampuan.
Dengan mengamati fungsi-fungsi yang ditawarkan oleh Piet
A. Sahertian di atas memunculkan kesimpulan bahwa supervisi pendidikan
dilaksanakan atas dasar
keyakinan bahwa:
1. Kualitas
proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional gurunya.
2. Pengawasan
terhadap proses pembelajaran difokuskan pada peningkatan kemampuan profesional
gurunya.
3. Pembinaan
yang tepat dan terus menerus kepada guru-guru dapat meningkatkan mutu
pembelajaran.
4. Supervisi
yang efektif dapat menciptakan kondisi yang layak bagi pertumbuhan profesional
guru.
5. Supervisi
yang efektif dapat merangsang kreativitas guru untuk memunculkan gagasan baru
dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian fungsi diatas, dapat dianalisis bahwa
model supervisi yang sebaiknya dilakukan oleh supervisor adalah supervisi
klinis menurut Makawimbang, yang difokuskan pada peningkatan mengajar guru,
melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan, serta analisis
yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar guru yang nyata, bertujuan
mengadakan perubahan dengan cara yang rasional serta memotivasi guru untuk
memperbaiki semua kekurangan dalam mengajar.
0 Comments:
Post a Comment