Aplikasi supervisi pada madrasah dan pondok pesantren

Aplikasi supervisi pada madrasah dan pondok pesantren

A. Aplikasi Supervisi Pada Madrasah

Alat untuk mengontrol keterlaksanaan proses pengelolaan pendidikan di madrasah adalah diperlukannya kegiatan pengawasan pendidikan yang disebut dengan supervisi. Kegiatan supervisi bertujuan untuk membantu para personel agar mereka dapat melaksanakan tugasnya secara profesional. Supervisi pendidikan di madrasah yang diarahkan untuk membantu guru dalam mengembangkan proses pembelajaran yang berkualitas agar tercapainya tujuan pembelajaran disebut dengan supervisi akademik, sedangkan supervisi terhadap kepala sekolah dan tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan sekolah disebut dengan supervisi manajerial. Supervisi akademik dan supervisi manajerial dilaksanakan oleh pengawas dan kepala madrasah. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 bahwa salah satu dimensi standar kompetensi kepala sekolah adalah kompetensi supervisi.

 

Begitu pula halnya dengan pengawas sekolah yang secara tegas diatur oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Madrasah, menyebutkan bahwa seorang pengawas madrasah wajib mempunyai enam dimensi kompetensi minimal yaitu kompetensi kepribadian, supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan, penelitian pengembangan dan kompetensi sosial.

 

Supervisi manajerial merupakan fungsi supervise yang berkenaan dengan aspek pengelolaan madrasah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup: 1) perencanaan, 2) koordinasi, 3) pelaksanaan, 4) penilaian, 5) pengembangan kompetensi SDM kependidikan dan sumber Daya lainnya. Sasaran Supervisi Manajerial adalah membantu kepala sekolah dan staf sekolah lainnya dalam mengelola administrasi pendidikan seperti: 1) administrasi kurikulum, 2) administrasi keuangan, 3) administrasi sarana prasarana/perlengkapan, 4) administrasi personal atau ketenagaan, 5) administrasi kesiswaan, 6) administrasi hubungan sekolah dan masyarakat, 7) administrasi budaya dan lingkungan sekolah, serta 8) aspek-aspek administrasi lainnya (administrasi persuratan dan pengarsipan) dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

 

Dalam pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas madrasah dapat menerapkan teknik supervisi individual dan kelompok. Teknik supervisi individual di sini adalah pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada kepala sekolah atau personel lainnya yang mempunyai masalah khusus dan bersifat perorangan. Teknik supervise kelompok adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Kepala-kepala sekolah/madrasah yang diduga, sesuai dengan analisis kebutuhan, memiliki masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama di kelompokkan atau di kumpulkan menjadi satu. Kemudian kepada mereka diberikan layanan supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.

 

Dalam melaksanakan fungsi supervisi manajerial, pengawas sekolah/madrasah berperan sebagai: (1) kolaborator dan negosiator dalam perencanaan, koordinasi, pengembangan manajemen sekolah, (2) asesor dalam mengidentifikasi kelemahan dan menganalisis potensi sekolah, (3) pusat informasi pengembangan mutu sekolah, dan (4) evaluator terhadap pemaknaan hasil pengawasan.

 

Permasalahan dalam pelaksanaan supervisi Pendidikan terkait sumber daya guru di sekolah adalah rendahnya motivasi guru untuk di supervisi karena guru cenderung memandang negatif supervisi yang mengasumsikan bahwa supervisi merupakan model pengawasan terhadap guru dengan menekan kebebasan guru untuk menyampaikan pendapat dan juga guru senior cenderung menganggap supervisi merupakan kegiatan yang tidak perlu karena menganggap bahwa telah memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih, jadi di sini di perlukan peran kepala sekolah dalam memahami dan melaksanakan supervisi pendidikan secara efektif.

 

Kepala sekolah diharapkan memahami dan mampu melaksanakan supervisi karena keterlibatan guru sangat besar mulai dari tahap perencanaan sampai dengan analisis keberhasilannya. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas guru ialah melalui proses pembelajaran dan guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan secara terus menerus agar dapat melaksanakan fungsinya secara profesional. Pelaksanaan supervisi yang diasumsikan merupakan pelayanan pembinaan guru diharapkan dapat memajukan dan mengembangkan pengajaran agar guru dapat mengajar dengan baik dan berdampak pada belajar siswa, serta guru pada dasarnya tidak membenci supervisi, tetapi tidak suka terhadap gaya supervisor.

 

Jadi agar pelaksanaan supervisi dan Pendidikan dapat berjalan dengan baik maka kepala sekolah dan juga supervisor harus melibatkan guru dalam perencanaan pelaksanaan supervisi agar guru dapat mengetahui manfaat supervisi baginya, dan juga gaya supervisor yang tidak otoriter sehingga dengan begitu guru tidak memandang negatif supervisi dan semakin termotivasi dalam meningkatkan keprofesionalannya, dengan begitu dapat berkembangnya pembelajaran tercapainya tujuan Pendidikan

B. Aplikasi Supervisi Pada Pondok Pesantren

1. Metode Pendekatan Kolaboratif

Pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non direktif menjadi pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik supervisor maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Perilaku supervisor adalah sebagai berikut: menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, memecahkan masalah, dan negosiasi. Pendekatan ini biasa digunakan oleh supervisor untuk mensupervisi kepada guru yang profesional.

2. Teknik Supervisi Akademik

a. Teknik Supervisi Individu

Teknik supervisi individual adalah supervisi yang diberikan kepada guru tertentu yang mempunyai masalah khusus dan bersifat perorangan, antara lain:

1) Kunjungan santri

Dalam kegiatan ini kepala pondok pesantren masuk kedalam ruangan kelas dengan membawa instrumen penilaian supervisi. Untuk melihat kesiapan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Seperti memeriksa kelengkapan administrasi pembelajaran absensi, instrument penilaian. Selain administrasi kepala pondok pesantren

2) Observasi santri

Dalam pelaksanaan observasi kelas yang dilakukan kepala sekolah dan pengasuh pondok pesantren dilakukan dengan tidak terjadwal. Sewaktu-waktu kepala sekolah dan pengasuh pondok pesantren langsung datang ke kelas untuk melihat guru yang sedang mengajar.

3) Pertemuan Individu

Dalam pertemuan individu memanggil pendidik yang mempunyai permasalahan dalam proses pembelajaran di tempat yang sudah di sepakati. Dalam pertemuan ini kepala sekolah dengan guru, pengasuh pondok pesantren dengan guru bersama-sama berdiskusi mencari solusi jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi guru tersebut. Selain itu kepala sekolah dan pengasuh pondok pesantren memberikan bimbingan dan memotivasi agar ada perbaikan dalam proses pembelajaran.

3. Teknik supervisi kelompok

Teknik supervisi kelompok adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih, memiliki masalah atau kebutuhan atau kelemahan yang sama dikumpulkan.

a. Mengadakan rapat

Rapat merupakan salah satu kegiatan supervise kelompok yang dilakukan oleh kepala sekolah maupun dari pengasuh pondok untuk memberikan bimbingan dan pemecahan masalah yang ada dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam rapat ini semua permasalahan yang berkaitan dalam pembelajaran di munculkan kemudian dibahas secara bersama untuk memberikan penyelesaian.

b. Mengadakan pelatihan

Mengadakan pelatihan merupakan salah satu cara dari membantu pendidik dalam mengembangkan kompetensi tertentu yang dianggap masih rendah. Tujuan dari mengikutkan guru dalam pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kompetensi guru agar lebih baik sehingga dalam pengolahan proses pembelajaran akan meningkat. Secara otomatis apabila proses pembelajaran meningkat akan mempengaruhi dari hasil pembelajaran.

4. Problematika supervisi di pondok pesantren

a. kurangnya kedisiplinan santri dalam mengikuti kegiatan.

b. kurangnya pemahaman santri terhadap materi yang diberikan pengajar.

c. minimnya sarana dan prasarana sehingga membuat kegiatan pembelajaran tidak efektif dan efisien. Seperti sarana ibadah dan perpustakaan dijadikan satu kelas yang masih kekurangan peralatan.

5. Upaya pondok pesantren mengatasi problematika di pondok pesantren

a. melakukan kerjasama dengan pihak asrama, seperti mengusir para santri pada pukul 06.50, semuanya harus sudah meninggalkan asrama, menegaskan kembali peraturan yang mereka terapkan.

b. memberikan serupa jenis hukuman bagi para siswa yang melanggar peraturan di sekolah atau datang tidak tepat pada waktunya. Kemudian memberikan motivasi betapa pentingnya waktu, dan kedisiplinan. Jika kedisiplinan ditanam dari kecil maka hingga dewasa maka hidup kita akan teratur.

c. Membuat proposal dengan tujuan mengatasi minimnya sarana dan prasarana.

d. Memotivasi santri agar tetap semangat belajar dengan menggunakan dan memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada.

Mekanisme Kerja dan Kolaborasi dalam Bimbingan dan Konseling terkait Alih Tangan Kasus di Sekolah

Mekanisme Kerja dan Kolaborasi dalam Bimbingan dan Konseling terkait Alih Tangan Kasus di Sekolah

A. Layanan Kolaborasi

1. Pengertian layanan kolaborasi

Layanan kolaborasi merupakan suatu kegiatan kerja sama antara guru bimbingan konselor dengan pihak lain (guru mata pelajaran, psikolog, orang tua, dan ahli lain), yang dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam melaksanakan program layanan bimbingan konseling (Kemendeikbud: 2016). Sementara menurut Drew (dalam Sinaga, 2018) mendeskripsikan kolaborasi sebagai bangunan sistem yang saling bergantung untuk memperoleh tujuan bersama yang tidak bisa dicapai sendirian. Lebih lanjut lagi Gray (dalam Ramdani et al., 2020) menjelaskan bahwa kolaborasi sebagai proses berpikir untuk menemukan solusi atas permasalahan yang terjadi secara bersamaan seperti bagaimana mengatasi keterbatasan pikiran.

 

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa layanan kolaborasi merupakan layanan bimbingan konseling yang dilaksanakan dengan melakukan kerja sama antara guru BK, orang tua dan pihak-pihak lain yang telah ditetapkan untuk memperoleh tujuan bersama secara optimal.

2. Tujuan layanan kolaborasi

Menurut Kemendikbud (2016) menjelaskan layanan kolaborasi bertujuan sebagai berikut:

a. Membangun hubungan yang baik dengan pihak lain yang terlibat dalam pelaksanakan program bimbingan konseling

b. Mengumpulkan kontribusi pemikiran, ide dan tenaga yang dibutuhkan untuk menjalankan program bimbingan konseling

B. Alih Tangan Kasus

1. Pengertian Alih Tangan Kasus

Alih tangan kasus adalah upaya untuk mengalihkan atau memindahkan tanggung jawab penanganan masalah atau kasus-kasus tertentu yang dihadapi oleh klien kepada pihak lain yang memiliki pengetahuan dan wewenang yang lebih besar (Budi Santosa, 2014). Dalam konteks bimbingan dan konseling, alih tangan kasus merupakan prinsip fundamental yang mengharuskan pihak-pihak yang tidak mampu memberikan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan menyeluruh untuk mengalihkan permasalahan klien kepada pihak yang lebih ahli dan berpengalaman (Deni Febrini dalam Latifah, 2023). Alih tangan kasus adalah suatu tindakan mengalihkan penanganan masalah peserta didik/konseli dari satu pihak kepada pihak lain yang lebih berwenang dan memiliki keahlian. Guru bimbingan dan konseling atau konselor melakukan alih tangan kasus kepihak lain karena keahlian dan kewenangannya baik di sekolah (misalnya guru mata pelajaran) maupun di luar sekolah (misalnya psikolog, dokter, psikiater). Sebaliknya guru bimbingan dan konseling atau konselor menerima alih tangan kasus peserta didik dari wali kelas, guru mata pelajaran, manajemen sekolah, dan kepala sekolah (Kemendikbud: 2016)

2. Tujuan Alih Tangan Kasus

Alih tangan kasus bertujuan untuk membantu peserta didik/konseli menemukan jalan keluar terbaik bagi masalah yang dialaminya apabila bantuan yang dibutuhkan diluar kompetensi dan kewenangan yang dimiliki oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor.

3. Langkah-langkah Alih Tangan Kasus

a. Alur alih tangan kasus dari guru bimbingan dan konseling atau konselor kepada pihak lain;

1) Komunikasi dengan peserta didk/konseli dan orang tua untuk memperoleh persetujuan alih tangan kasus.

2) Konsultasi dengan kepala sekolah untuk menjelaskan dan memperoleh ijin alih tangan kasus kepada ahli lain di luar sekolah.

3) Mengirim peserta didik/konseli untuk memperoleh layanan ahli.

4) Memantau perkembangan hasil layanan ahli.

5) Memperoleh dan mengadministrasikan laporan dari layanan ahli.

6) Apabila bantuan yang diberikan oleh ahlipun tidak berhasil mencapai tujuan, maka perlu dilakukan analisis dan perencanaan penanganan berikutnya antara lain melalui konferensi kasus, konsultasi dan kolaborasi dengan pihak-pihak yang kompeten.

b. Alur alih tangan kasus dari wali kelas, guru mata pelajaran, manajemen sekolah, dan atau kepala sekolah kepada guru bimbingan dan konseling atau konselor;

1) Meminta informasi tentang keadaan peserta didik/konseli yang direferal,

2) Mengumpulkan data dan menganalisis sebagai bahan dalam memberikan bantuan,

3) Membuat perencanaan bantuan seperti konseling, diagnosis kesulitan belajar,

4) Membuat laporan sesuai dengan penanganan yang dilakukan,

5) Mengkomunikasikan hasil layanan kepada pihak yang mengirimkan peserta didik/konseli.

4. Jenis-jenis Alih Tangan Kasus

Adapun jenis-jenis alih tangan kasus menurut Rohmat R (2022) yaitu:

a. Alih tangan ke Psikolog,

Siswa yang dialih tangankan ke psikolog merupakan siswa yang dinilai membutuhkan penanganan oleh tenaga psikolog. Siswa yang ditangani biasanya merupakan siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Sebelum melaksanakan alih tangan kasus, pihak sekolah dan pihak penerima terlebih dahulu melaksanakan perjanjian untuk menentukan waktu pelaksanaan bimbingan. Dalam pelaksanaannya referal dilaksanakan di klinik psikologi RSUD (tempat psikolog) atau psikolog datang langsung ke sekolah dan melaksanakan bimbingan di ruang BK sekolah. Kebanyakan siswa yang ditangani merupakan siswa yang mengalami kesulitan belajar maupun kasus lain yang membutuhkan penanganan psikolog. Teknik bimbingan yang digunakan layanan ini adalah dengan konseling individu.

b. Alih tangan ke Polisi,

Alih tangan kasus jenis ini lebih ditujukan kepada siswa agar tidak melakukan penyalahgunaan narkoba. Dalam pelaksanaannya pihak sekolah bekerjasama dengan POLRES atau POLSEK sebagai penerima program alih tangan kasus. Pelaksanaan kegiatan ini disesuaikan dengan persetujuan dari pihak sekolah. Selain waktu pelaksanaan, pihak sekolah juga berhak menentukan konten/ materi apa yang akan di sampaikan kepada siswa. Teknik penyampaian dalam program ini adalah dengan cara sosialisasi massal, kegiatan ini dilakukan sebagai upaya pencegahan agar siswa tidak melakukan penyalahgunaan narkoba. Selain sosialisasi penyalahgunaan narkoba, materi lain yang disampaikan berupa undang – undang mengenai ketertiban lalu lintas. Materi yang disampaikan tergantung kebutuhan dan permintaan dari pihak sekolah. Selain sosialisasi massal, apabila ada siswa yang membutuhkan penanganan khusus maka pihak kepolisian akan menangani siswa dengan teknik konseling individu di Polres atau Polsek.

c. Alih tangan ke Pondok Pesantren,

     Alih tangan kasus jenis ini ditujukan kepada siswa yang memerlukan pendekatan yang bersifat religius dalam proses pengentasan masalah yang dihadapinya. Pihak sekolah bisa mengadakan alih tangan kasus ke pondok pesantren karena disesuaikan dengan siswa yang membutuhkan penanganan menggunakan metode yang lebih bersifat spiritual dan religius. Dalam pelaksanaannya siswa yang dialihtangan diharuskan mengikuti seluruh kegiatan pondok, mulai dari kegiatan pembelajaran ataupun kegiatan lainnya. Siswa ditangani dalam jangka waktu tertentu, apabila penanganan sudah dirasa cukup maka siswa akan dikembalikan kepada pihak sekolah. Selain mengikutkan siswa yang bermasalah dengan kegiatan pondok, konseling individu juga dilakukan sebagai salah satu bagian penanganan.

Mekanisme Kerja dan Kolaborasi dalam Bimbingan dan Konseling terkait Bimbingan Karir di Sekolah

Mekanisme Kerja dan Kolaborasi dalam Bimbingan dan Konseling terkait Bimbingan Karir di Sekolah

A. Layanan Kolaborasi

1.Pengertian Kolaborasi

Dalam Kemendikbud (2016) menjelaskan bahwa layanan kolaborasi merupakan suatu kegiatan kerja sama antara guru bimbingan konselor dengan pihak lain (guru mata pelajaran, psikolog, orang tua, dan ahli lain), yang dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam melaksanakan program layanan bimbingan konseling. Sementara menurut Drew (dalam Sinaga, 2018) mendeskripsikan kolaborasi sebagai bangunan sistem yang saling bergantung untuk memperoleh tujuan bersama yang tidak bisa dicapai sendirian. Lebih lanjut lagi Gray (dalam Ramdani et al., 2020) menjelaskan bahwa kolaborasi sebagai proses berpikir untuk menemukan solusi atas permasalahan yang terjadi secara bersamaan seperti bagaimana mengatasi keterbatasan pikiran.

 

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa layanan kolaborasi merupakan layanan bimbingan konseling yang dilaksanakan dengan melakukan kerja sama antara guru BK, orang tua dan pihak-pihak lain yang telah ditetapkan untuk memperoleh tujuan bersama secara optimal.

2. Tujuan Layanan Kolaborasi

Menurut Kemendikbud (2016) menjelaskan layanan kolaborasi bertujuan sebagai berikut:

a. Membangun hubungan yang baik dengan pihak lain yang terlibat dalam pelaksanakan program bimbingan konseling

b. Mengumpulkan kontribusi pemikiran, ide dan tenaga yang dibutuhkan untuk menjalankan program bimbingan konseling

3. Langkah - Langkah Layanan Kolaborasi

Menurut Departemen dan Kebudayaan (2016) memaparkan secara rinci mengenai Langkah-langkah layanan kolaborasi antara lain:

a. Perencanaan: Menentukan tema yang akan dibahas, mengajukan permintaan pada pimpinan sekolah untuk mengundang pihak dan menyiapkan anggaran, berkomunikasi bersama pihak lain yang terlibat, menetapkan waktu dan lokasi pelaksanaan.

b. Pelaksanaan; melibatkan kolaborasi dengan beberapa pihak seperti :

1) Orang tua, berupa memberikan dukungan untuk mencapai kesuksesan belajar siswa .

2) Guru mata pelajaran, berupa kegiatan diagnostik terkait dengan esulitan belajar, diskusi mengenai lingkungan belajar yang kondusif.

3) Ahli lain, berupa kegiatan layanan yang sesuai dengan kemampuan dan bidang pekerjaannya.

4) Lembaga lain, berupa meningkatkan kualitas layanan bimbingan melalui kerjasama dalam bentuk kontrak perjanjian.

c. Evaluasi, melaksanakan kegiatan evaluasi terhadap proses dan hasil kolaborasi

d. Pelaporan, menyusun laporan mengenai kegiatan dan mengarsipkan laporan tersebut.

e. Tindak lanjut, melakukan kegiatan berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.

B. Bimbingan Karir

1. Pengertian Bimbingan Karir

Salah satu jenis layanan bimbingan dan konseling diantaranya bimbingan karir. Bimbingan karir merupakan layanan yang diberikan kepada siswa untuk merencanakan dan mengembangkan masa depan berkaitan dengan dunia pendidikan maupun dunia karir. Keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah yang berperan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam berbagai hal terutama dalam perencanaan karir dan masalah kekeliruan jurusan atau program studi harus senantiasa mendapat perhatian yang serius agar dapat segera teratasi. Oleh karena itu, bimbingan karir menjadi salah satu bentuk layanan bimbingan yang penting diselenggarakan di sekolah (Hasan Bastomi, 2020: 35-55).

Bimbingan karir merupakan suatu proses bantuan, layanan serta pendekatan terhadap individu untuk mengenal dan memahami dirinya, mampu mengenal dunia kerja sehingga dapat merencanakan masa depan dengan keputusan yang tepat sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Pembimbing yang berusaha membantu individu dalam memecahkan masalah karir untuk keputusan masa depan dengan sebaik-baiknya.

 

Bimbingan ini memusatkan perhatian pada pemahaman diri individu dan lingkungannya, penjernihan nilai-nilai, proses pengambilan keputusan, ketrampilan untuk mengatasi masalah, serta kemampuan melihat dan merencanakan masa depan dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi dunia pekerjaan, pemilihan lapangan pekerjaan atau jabatan (profesi) tertentu serta membekali diri agar siap memangku jabatan tersebut dan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan dari lapangan pekerjaan yang telah dimasuki.

2. Tujuan Bimbingan Karir

Tujuan layanan bimbingan karir pada umumnya adalah untuk membantu para siswa agar:

a. Dapat memahami dan menilai dirinya sendiri, terutama yang berkaitan dengan potensi yang ada dalam dirinya mengenai kemampuan minat, bakat, sikap dan cita-citanya.

b. Menyadari dan memahami nilai-nilai yang ada dalam dirinya dan yang ada dalam masyarakat.

c. Menenentukan hambatan-hambatan yang mungkin timbul, yang disebabkan oleh dirinya sendiri dan faktor lingkungan, serta mencari jalan untuk dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut.

d. Para siswa dapat merencanakan masa depannya, serta menemukan karir dan kehidupannya yang serasi atau sesuai.

3. Hambatan Bimbingan Karir

Kendala-kendala selama proses bimbingan karir tersebut dapat berupa fisik maupun nonfisik.

a. Kendala fisik

Kendala fisik ini meliputi sarana dan prasarana yang belum memadai. Misalnya, ruang BK yang belum memadai, ketersediaan perlengkapan dalam ruangan semisal kursi, kipas angin, dan sebagainya juga menjadi faktor yang menghambat bagi kesuksesan bimbingan di sekolah, khususnya bimbingan karir.

b. Kendala non fisik

Kendala non fisik meliputi waktu yang disediakan dari pihak sekolah sangat minim sehingga guru BK tidak dapat melaksanakan bimbingan secara maksimal. Selain itu juga, guru yang menjadi tenaga pengajar juga tidak semua berasal dari lulusan BK, ditambah lagi siswa yang dibebankan pada setiap guru BK sudah melebihi batas maksimum guru BK pada umumnya. Selain itu, yang menjadi kendala bagi terlaksananya bimbingan karir adalah anggapan beberapa guru mata pelajaran dan wali kelas bahwa tanggung jawab atas bimbingan siswa-siswi di sekolah merupakan tanggung jawab guru BK sepenuhnya, hal ini menyebakan guru BK kesulitan dalam melaksanakan bimbingan karir. Kendala lain yang dapat mempengaruhi ketidakmaksimalan pelaksanaan bimbingan karir adalah guru BK tidak hanya fokus pada kegiatan bimbingan namun juga disibukan dengan urusan adminitrasi berkas-berkas dan data-data siswa

4. Prinsip Bimbingan Karir

Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian layanan bantuan atau bimbingan karir, baik disekolah maupun diluar sekolah. Prinsip dari bimbingan karir tersebut diantaranya :

a. Bimbingan karier ditujukan bagi semua individu. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan karier diberikan kepada semua individu atau peserta didik, baik yang bermasalah maupun yang tidak bermasalah; baik pria maupun wanita baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dengan demikian, bimbingan karier merupakan suatu proses bantuan atau layanan yang berkelanjutan dalam seluruh perjalanan hidup seseorang, bukan merupakan peristiwa yang terpilah satu sama lainnya;

b. Bimbingan karier bersifat individual. Setiap individu bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan karier individu dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah individu, meskipun layanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok;dan

c. Bimbingan karier menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada individu yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan karier karena bimbingan karier dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan itu, bahwa dalam hal ini bimbingan karier sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan pengembangan kekuatan dalam diri dan kesuksesan, karena bimbingan karier merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.

5. Penyelenggaraan Bimbingan Karir

Tujuan bimbingan karir akan dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, yaitu:

a. Bimbingan karir yang dilaksanakan dengan cara yang disusun dalam suatu paket tertentu, yaitu paket bimbingan karir. Setiap paket merupakan modul utuh yang terdiri dari beberapa macam topik bimbingan. Berkaitan dengan hal ini pihak yang berwenang yaitu departemen pendidikan dan kebudayaan, telah mengeluarkan paket yang di kenal dengan paket bimbingan karir yang terdiri dari lima paket. Paket tersebut adalah Paket I, yaitu mengenai pemahaman diri, Paket II mengenai nilai-nilai, Paket III mengenai pemahaman lingkungan, Paket IV mengenai hambatan dan cara mengatasi hambatan, dan Paket V mengenai perencanaan masa depan.

b. Kegiatan bimbingan karir dilaksanakan secara intruksional. Dengan demikian bimbingan karir tidak dilakukan secara khusus, tetapi dipadukan dengan kegiatan belajar mengajar. Sehubungan dengan hal ini setiap guru dapat memberikan bimbingan karir pada saat-saat memberikan pelajaran yang berhubungan dengan suatu karir tertentu. Namun pada kenyataannya hal ini sulit dilaksanakan mengingat untuk itu guru harus mengenal berbagai karir yang ada dengan baik, dan disamping waktu untuk memberikan pelajaran pokok yang menjadi tanggung jawabnya akan terganggu.

c. Bimbingan karir dilaksanakan dalam bentuk pengajaran unit. Jika ini yang ditempuh maka kegiatan bimbingan karir direncanakan dan diprogramkan oleh sekolah. Dalam kaitan ini petugas bimbingan yang memberikan bimbingan karir ini, dengan tidak memberikan beban kepada guru-guru lain. Bila menggunakan pola ini sudah barang tentu perlu ada jam tersendiri yang khusus disediakan untuk keperluan kegiatan bimbingan tersebut.

d. Kegiatan bimbingan karir dilaksanakan pada hari-hari tertentu yang disebut hari karir atau career day. Pada hari tersebut semua gegiatan bimbingan karir dilaksanakan berdasarkan program bimbingan karir yang telah ditetapkan oleh sekolah untuk tiap tahun. Kegiatan ini diisi dengan ceramah-ceramah dari orang-orang yang dianggap ahli dalam pekerjaan, misalnya pemimpin perusahaan, orang-orang yang dipandang berhasil dalam dunia kerjanya, petugas dari Departemen Tenaga Kerja, diskusi tentang perkembangan karir, dan sebagainya. Berkaitan dengan hal tersebut, pembimbing harus cukup jeli dan bijaksana siapa kiranya yang dapat dimintai bantuan untuk mengungkapkan pengalaman ataupun pemikiran dalam pekerjaan atau karir.

e. Karyawisata karir yang diprogramkan oleh sekolah. Sudah barang tentu objek karyawisata ini harus berkaitan dengan pengembangan karir siswa. Dengan karyawisata karir ini siswa akan dapat mengetahui dengan tepat apa yang ada dalam kenyataannya. Karena karyawisata ini dikaitkan dengan pengembangan karir, maka pemilihan objek harus dipikirkan secara matang.

Berbagai macam cara dapat ditempuh untuk melaksanakan bimbingan karir. Perlu dikemukakan juga bahwa sekalipun pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI telah mengeluarkan paket-paket berupa buku yang disebarkan untuk membantu pelaksanaan bimbingan karir, namun hal itu tidak berarti bahwa yang diluar itu tidak dapat dilaksanakan. Karena itu pelaksanaan bimbingan karir ini dibutuhkan kreativitas dan kelincahan dari petugas bimbingan untuk mengembangkan bimbingan karir ini.

Mekanisme Kerja dan Kolaborasi dalam Bimbingan dan Konseling terkait Konferensi Kasus

Mekanisme Kerja dan Kolaborasi dalam Bimbingan dan Konseling terkait Konferensi Kasus

A. Layanan Kolaborasi

1. Pengertian layanan kolaborasi

Kolaborasi merupakan suatu bentuk kerja sama, interaksi, kompromi dari berbagai faktor yang berhubungan individu, organisasi dan/atau pihak terkait langsung dan tidak langsung menerima konsekuensi dan manfaat (Ramdani et al.,2020). Dalam Kemendikbud (2016) menjelaskan bahwa layanan kolaborasi merupakan suatu kegiatan kerja sama antara guru bimbingan konselor dengan pihak lain (guru mata pelajaran, psikolog, orang tua, dan ahli lain), yang dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam melaksanakan program layanan bimbingan konseling. Sementara menurut Drew (dalam Sinaga, 2018) mendeskripsikan kolaborasi sebagai bangunan sistem yang saling bergantung untuk memperoleh tujuan bersama yang tidak bisa dicapai sendirian. Lebih lanjut lagi Gray (dalam Ramdani et al., 2020) menjelaskan bahwa kolaborasi sebagai proses berpikir untuk menemukan solusi atas permasalahan yang terjadi secara bersamaan seperti bagaimana mengatasi keterbatasan pikiran.

 

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa layanan kolaborasi merupakan layanan bimbingan konseling yang dilaksanakan dengan melakukan kerja sama antara guru BK, orang tua dan pihak-pihak lain yang telah ditetapkan untuk memperoleh tujuan bersama secara optimal.

2. Tujuan layanan kolaborasi

Menurut Kemendikbud (2016) menjelaskan layanan kolaborasi bertujuan sebagai berikut:

a. Membangun hubungan yang baik dengan pihak lain yang terlibat dalam pelaksanakan program bimbingan konseling

b. Mengumpulkan kontribusi pemikiran, ide dan tenaga yang dibutuhkan untuk menjalankan program bimbingan konseling

3. Langkah - Langkah Layanan Kolaborasi

Menurut Departemen dan Kebudayaan (2016) memaparkan secara rinci mengenai Langkah-langkah layanan kolaborasi antara lain:

a. Perencanaan: Menentukan tema yang akan dibahas, mengajukan permintaan pada pimpinan sekolah untuk mengundang pihak dan menyiapkan anggaran, berkomunikasi bersama pihak lain yang terlibat, menetapkan waktu dan lokasi pelaksanaan.

b. Pelaksanaan; melibatkan kolaborasi dengan beberapa pihak seperti :

1) Orang tua, berupa memberikan dukungan untuk mencapai kesuksesan belajar siswa .

2) Guru mata pelajaran, berupa kegiatan diagnostik terkait dengan kesulitan belajar, diskusi mengenai lingkungan belajar yang kondusif.

3) Ahli lain, berupa kegiatan layanan yang sesuai dengan kemampuan dan bidang pekerjaannya.

4) Lembaga lain, berupa meningkatkan kualitas layanan bimbingan melalui kerjasama dalam bentuk kontrak perjanjian.

c. Evaluasi, melaksanakan kegiatan evaluasi terhadap proses dan hasil kolaborasi

d. Pelaporan, menyusun laporan mengenai kegiatan dan mengarsipkan laporan tersebut.

e. Tindak lanjut, melakukan kegiatan berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.

B. Konferensi Kasus

1. Pengertian Konferensi Kasus

Menurut Prayitno (2017:267) bahwa konferensi kasus merupakan pertemuan terbatas yang diupayakan oleh guru BK (konselor) untuk membahas suatu permasalahan dan arah-arah penanggulangannya. Sementara itu, menurut Suhertina (2014:132 ) bahwa konferensi kasus merupakan suatu kegiatan pendukung bimbingan konseling untuk membahas masalah yang dialami dalam suatu forum pertemuan yang didatangi oleh pihak yang diinginkan untuk memberikan bahan, keterangan dan kemudahan dalam menuntaskann masalah yang dialami siswa. Sedangkan menurut Sudrajat (dalam Hasanah, 2014) menjelaskan konferensi kasus juga diartikan sebagai kesempatan bagi semua pihak untuk mendiskusikan sebuah masalah bersama ahli di mana ia memahami bidang tertentu dan dilakukan dalam sebuah pertemuan.

 

Menurut Departemen dan Kebudayaan (2016) juga menjelaskan tentang konferensi kasus yaitu sebuah pertemuan yang diadakan untuk memahami dan membahas suatu masalah secara komprehensif guna mendapatkan penyelesaian terbaik sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi siswa berdasarkan pertimbangan dari berbagai pihak yang dapat memberikan informasi. Konferensi kasus dapat dikatakan sebagai sebuah pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Baik itu terbuka dalam masalah yang akan dibahas, pihak-pihak yang hadir, waktu dalam penyelenggaraan konferensi kasus, dinamika kegiatannya, serta terbuka dalam hasil-hasilnya (Prayitno, 2017). Dengan demikian konferensi kasus menjadi salah satu wadah yang disediakan untuk membantu siswa.

 

Dengan adanya konferensi kasus akan mempermudah dalam menyelesaikan masalah siswa secara maksimal. Dalam konferensi kasus bukan hanya melibatkan guru bimbingan konseling tetapi juga melibatkan beberapa orang yang membantu serta mempermudah penemuan solusi dari permasalahan tersebut. Konferensi kasus dikatakan sebagai wadah untuk melakukan sebuah pertemuan dengan beberapa pihak yang bertujuan untuk membahas permasalahan-permasalahan yang dialami siswa. Hal ini akan mempermudah memperoleh berbagai informasi, pendapat, gagasan dan solusi dalam penyelesaian masalah.

 

Berdasarkan definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konferensi kasus merupakan suatu forum yang disediakan oleh guru BK (konselor) untuk membahas sebuah kasus yang telah ditentukan sesuai dengan yang dialami siswa dan dihadiri oleh pihak-pihak yang telah ditentukan untuk membantu memberikan sebuah informasi serta membantu terpecahkannya masalah siswa

2. Tujuan Konferensi Kasus

Menurut Prayitno (2017:268-269) tujuan konferensi kasus dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum ialah untuk mengumpulkan data yang lebih lengkap dan akurat beserta membangun komitmen semua pihak yang bersangkutan dalam rangka menyelesaikan suatu permasalahan.

Sedangkan tujuan khusus yaitu berkaitan dengan fungsi-fungsi pelayanan konseling yaitu :

a. fungsi pemahaman, jika semakin lengkap dan akurat data mengenai permasalahan yang dibahas maka semakin dipahami secara meluas permasalahannya oleh guru BK (Konselor) dan orang-orang terkait yang menghadiri konferensi kasus.

b. fungsi pencegahan, di mana pemahaman itu dipakai untuk menanggulangi permasalahan dalam upaya pencegahan kemungkinan terjadi yang dapat merugikan.

c. fungsi pengentasan yaitu pemahaman tersebut dapat digunakan dalam mengentaskan masalah yang dialami oleh klien

d. fungsi pengembangan dan pemeliharaan, hasil yang diperoleh dari konferensi kasus tersebut dapat digunakan dalam upaya mengembangkan potensi individu dan /atau orang-orang yang terkait dengan masalah yang didiskusikan dalam konferensi kasus.

e. Fungsi advokasi, atas tercegahnya dan terentaskannya permasalahan serta terkembang dan terpeliharanya berbagai potensi individu, hal-hak klien dan/atau individu yang terkait lainnya bisa terjaga dan terpelihara aktualisasinya.

3. Tahapan - Tahapan Konferensi Kasus

Dalam pelaksanaan konferensi kasus terdapat beberapa tahap menurut Prayitno (2017:280-281) yaitu sebagai berikut:

a. Perencanaan

Dalam perencanaan konferensi kasus ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan yaitu:

1) Menentukan masalah yang akan dibahas dan dihadirkan ke dalam konferensi kasus.

2) Membujuk konseli (dan/atau individu yang terkait dengan masalah tersebut) mengenai pentingnya konferensi kasus tersebut.

3) Menentukan siapa saja yang menjadi peserta konferensi kasus.

4) Menentukan waktu dan lokasi akan dilaksanakannya konferensi kasus.

b. Pengorganisasian unsur-unsur dan sarana kegiatan

Dalam konferensi kasus ada beberapa hal penting yang perlu dipersiapkan yaitu :

1) Menyusun dan mempersiapkan kelengkapan bahan atau materi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam konferensi kasus

2) Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan konferensi kasus

3) Memastikan dan menyusun semua kelengkapan administrasi yang berkaitan dengan konfrensi kasus.

c. Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan konferensi kasus ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :

1) Menginformasikan rencana konferensi kasus kepada semua peserta yang terlibat.

2) Menjalankan konferensi kasus, dengan serangkaian kegiatan: termasuk membuka pertemuan, melakukan penstrukturan kasus, melalui asas kerahasiaan sebagai prinsip utama, meminta komitmen peserta dalam menangani masalah, membahas masalah yang sudah ditentukan, menekankan peran masing-masing peserta dalam penanganan kasus dan menyimpulkan hasil pembahasan serta memantapkan komitmen peserta.

3) Menutup pertemuan secara formal.

d. Penilaian

Dalam tahap penilaian, ada 3 hal yang harus diperhatikan setelah pelaksanaan konferensi kasus sebagai berikut :

1) Mengevaluasi kelengkapan dan manfaat hasil konferensi kasus, serta mengevaluasi komitmen setiap peserta dalam penanganan masalah.

2) Mengevaluasi proses pelaksanaan konferensi kasus secara menyeluruh.

3) Melakukan analisis terhadap efektivitas hasil konferensi kasus dan penanganan masalah yang telah dilaksanakan.

e. Tindak Lanjut, Dan Laporan

Setelah menjalankan kegiatan konferensi kasus maka perlu adanya tindak lanjut dan laporan. Karena semua kegiatan konferensi kasus dikemas dalam laporan kegiatan pendukung :

1) Memanfaatkan hasil analisis untuk melengkapi data dan memperkuat komitmen dalam penanganan masalah.

2) Mempertimbangkan apakah diperlukan konferensi kasus lanjutan dalam upaya melanjutkan penyelesaian masalah.

3) Menyusun laporan pelaksanaan konferensi kasus yang mencangkup rangkuman seluruh kegiatan, hasil yang diproleh dari diskusi, dan rekomendasi tindak lanjut.

4) Mengoptimalkan laporan pada pihak terkait dan mendokumentasikan segala kegiatan sebagai bukti laporan dan rujukan di masa yang akan datang.

Model-model Supervisi Pendidikan

 Model-model Supervisi Pendidikan

Model-model Supervisi Pendidikan

Banyak model supervisi yang telah dikemukakan oleh berbagai ahli pendidikan. Dalam mengklasifikasikan model tersebut antara satu ahli dengan lainnya memiliki perbedaan, dengan kata lain para ahli pun memiliki pemahaman yang berbeda tentang model-model supervisi tersebut,antara lain sebagai berikut:

Menurut Nur Aedi tentang model-model supervisi terdiri dari delapan macam, yaitu:

1.     Model Konvensional

Model konvensional merupakan model supervisi yang berada pada zaman feodalisme, yang mencerminkan kekuasaan bersifat feodal dan otoriter. Model konvensional ini cara menerapkannya seperti mencari dan menemukan kesalahan. Bahkan terkadang kegiatan supervisi dilakukan terkesan memata-matai.

2.     Model Pendekatan Sains

Menurut model pendekatan sains ini pembelajaran dipandang sebagai suatu ilmu atau science. Oleh sebab itu, maka perbaikan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru dilaksanakan berdasarkan temuan penelitian atau teori yang secara empiris telah teruji kebenarannya. Apabila telah banyak temuan penelitian baik berupa deskripsi, konsep, atau teori yang telah teruji kebenarannya, maka selanjutnya tugas guru dan supervisor adalah memanfaatkan hasil penelitian tersebut.

3.     Model Supervisi Klinis

Model supervisi klinis menggunakan pendekatan kolaboratif antara supervisor dengan guru untuk secara konstruktif dan berkesinambungan meningkatkan pembelajaran. Dalam model ini dijalin interaksi langsung antara guru dengan supervisor dalam upaya memahami secara akurat aspek yang memerlukan perbaikan serta melakukan praktik untuk mengatasi permasalahan tersebut.

4.     Model Supervisi Artistik

Model supervisi ini berasumsi bahwa pendidikan bukanlah serba ilmiah yang dapat dipelajari secara terstruktur, mekanistik, dan mengikuti prosedur tertentu. Pendidikan bukanlah perkara yang simpel dan dapat diprediksi. Pendidikan merupakan sebuah proses yang sangat kompleks dan sulit diprediksi. Model ini beranggapan bahwa pendidikan adalah seni. Model supervisi artistik dalam melaksanakan kegiatan supervisinya menggunakan persepsi dan pemahaman supervisor dalam mengapresiasi semua aspek yang terjadi dikelas.

5.     Model Gabungan Supervisi Saintifik, Klinis, dan Artistik

Pada model gabungan ini, model saintifik digunakan oleh supervisor untuk mengidentifikasi hal-hal yang seharusnya terjadi berdasarkan temuan empiris. Model artistik digunakan untuk seni menafsirkan dan interpretasi atas apa yang terjadi di dalam kelas. Selanjutnya model supervisi klinis dalam model ini digunakan untuk memperbaiki atau menyelesaikan permasalahan pembelajaran.

6.     Model Supervisi Pengembangan

Model ini memandang guru sebagai individu yang berada pada berbagai tingkat pertumbuhan dan perkembangan profesionalitas yang beragam. Model ini dibangun di atas premis bahwa perkembangan manusia merupakan tujuan pendidikan. Model ini berdasarkan asumsi bahwa supervisor bekerja dengan guru, mereka membutuhkan asistensi yang sesuai dengan level konseptual yang dimiliki guru, dan mereka juga membutuhkan keleluasaan untuk tertarik terhadap perbaikan dirinya.

7.     Model Supervisi Terdiferensiasi

Model supervisi ini didefinisikan sebagai pendekatan dalam supervisi yang memberikan pilihan bagi guru mengenai jenis supervisi dan jenis layanan evaluasi yang diinginkan. Supervisor bertindak hanya sebagai fasilitator, tetapi memberikan opsi supervisi bagi guru dimana mereka bertanggung jawab atas proses supervisi tersebut. Model ini mirip dengan model supervisi pengembangan, hanya saja pada model ini supervisor memberikan alternatif-alternatif.

8.     Model Collaborative Supervision

Supervisi kolaboratif merupakan proses di mana orang dengan keahlian yang beragam bekerja sama dalam status yang sama dan dengan komitmen yang sama untuk mencapai tujuan bersama pula.

Analisis Model Supervisi Pendidikan

Dalam menerapkan beberapa model supervisi yang praktis untuk digunakan, sebagai supervisor dalam menyupervisi pendidikan harus mengetahui standar fungsi supervisi pendidikan. Menurut Piet A. Sahertian mengutip pendapatnya Swearingan dalam bukunya Supervision of Instruction-Foundation and Dimension mengemukakan delapan fungsi supervisi, yaitu:

1.  Mengkoordinasi semua usaha sekolah,

2.  Memperlengkapi kepemimpinan sekolah.

3.  Memperluas pengalaman guru-guru

4.  Menstimulasi usaha-usaha sekolah yang kreatif.

5.  Memberikan fasilitas dan penilaian terus menerus

6.  Menganalisis situasi belajar mengajar.

7.  Memperlengkapi setiap anggota staf dengan pengetahuan yang baru dan ketrampilan baru pula.

8. Memadukan dan menyelaraskan tujuan-tujuan pendidikan dan membentuk kemampuan-kemampuan.

 

Dengan mengamati fungsi-fungsi yang ditawarkan oleh Piet A. Sahertian di atas memunculkan kesimpulan bahwa supervisi pendidikan dilaksanakan atas dasar

keyakinan bahwa:

1. Kualitas proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional gurunya.

2. Pengawasan terhadap proses pembelajaran difokuskan pada peningkatan kemampuan profesional gurunya.

3. Pembinaan yang tepat dan terus menerus kepada guru-guru dapat meningkatkan mutu pembelajaran.

4. Supervisi yang efektif dapat menciptakan kondisi yang layak bagi pertumbuhan profesional guru.

5. Supervisi yang efektif dapat merangsang kreativitas guru untuk memunculkan gagasan baru dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran.

 

Berdasarkan uraian fungsi diatas, dapat dianalisis bahwa model supervisi yang sebaiknya dilakukan oleh supervisor adalah supervisi klinis menurut Makawimbang, yang difokuskan pada peningkatan mengajar guru, melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan, serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar guru yang nyata, bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional serta memotivasi guru untuk memperbaiki semua kekurangan dalam mengajar.

Pelaksanaan supervisi klinis diharapkan mampu mengubah semua kelemahan dan kekurangan guru, supervisor diharapkan agar tidak mencari kesalahan tetapi mampu memberikan solusi perbaikan dan peningkatan mengajar guru, sehingga termotivasi dengan baik. Dalam supervisi klinis ini guru lebih dihargai, lebih kreatif, dan lebih baik.